Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak masih menunjukkan tren pelemahan. Penerimaan pajak hingga April 2019 tercatat Rp 387 triliun atau 24,5% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Angka tersebut tumbuh 1%, melambat bila dibandingkan pertumbuhan April tahun lalu yang mencapai 10,8%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan perlambatan tersebut karena adanya kebijakan percepatan restitusi. Selain itu perlambatan terjadi karena perekonomian Indonesia dalam tekanan, sebab hitungan penerimaan pajak tanpa percepatan restitusi (bruto) juga menunjukkan perlambatan penerimaan.
"Jadi kami sudah melihat tanda-tanda perekonomian mengalami penurunan dengan penerimaan pajak yang mengalami pelemahan dari sisi pertumbuhannya," jelas Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan (Kemkeu), Kamis (16/5).
Sri Mulyani menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang mendapatkan tekanan dari luar maupun dari dalam. Tekanan dari luar tercermin dari ekspor-impor yang turun masing-masing 2,08% dan 7,75%. "Penurunan terjadi karena pelemahan permintaan dari pasar penting Indonesia dan rendahnya harga komoditas," jelas dia.
Kondisi ini menyebabkan pelemahan pertumbuhan dalam negeri yang pada kuartal I-2019 hanya tumbuh 5,07%. Tercermin dari defisit neraca dagang yang cukup lebar yaitu US$ 2,5 miliar dan defisit transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) mencapai US$ 7 miliar atau setara 2,6% dari produk domestik bruto (PDB).
Tekanan tersebut juga tercermin dari penerimaan pajak. Hampir semua komponen penerimaan pajak mengalami perlambatan pertumbuhan.
Realisasi pajak penghasilan (PPh) migas per April 2019 kurang baik bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Per April 2019 realisasi PPh migas sebesar Rp 22,2 triliun setara 33,5% dari pagu APBN 2019 turun dari tahun lalu mencapai 55,3% dari pagu APBN 2018. Meskipun tetap tumbuh 22,2% bila dibandingkan realisasi April 2018.
"Penerimaan PPh migas lebih rendah karena harganya lebih rendah, kurs lebih kuat dan lifting rendah," jelas Sri.