kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Soal RUU cipta kerja, Apindo minta aturan yang tak berat sebelah


Kamis, 18 Juni 2020 / 20:47 WIB
Soal RUU cipta kerja, Apindo minta aturan yang tak berat sebelah
ILUSTRASI. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Budi Santoso Sukamdani KONTAN/Jane - 2018, Sahid Kelola 6 Hotel Sahid Baru


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, RUU omnibus law cipta kerja pada prinsipnya untuk kemudahan perizinan dan kemudahan berusaha. RUU ini juga terkait agar ada sinkronisasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait kedua hal tersebut.

Hariyadi mengatakan, dalam situasi seperti saat ini harus ditata kembali regulasi yang ada. Menurutnya, regulasi yang ada selama ini khususnya regulasi terkait ketenagakerjaan berat sebelah untuk kepentingan pekerja. 

Baca Juga: DPR dan pemerintah telah sepakati klaster UMKM di dalam RUU Cipta Kerja

Padahal UU yang benar semestinya adalah UU yang harus objektif melihat dua kepentingan yakni kepentingan investasi dan kepentingan pekerja.

“Sekarang dengan situasi seperti ini mau nggak mau DPR dan Pemerintah harus melihat secara realistis juga kalau mau penyerapan tenaga kerja nya besar. Dengan adanya pendemi ini kan memastikan bahwa UU (RUU cipta kerja) ini sangat dibutuhkan,” kata Hariyadi kepada Kontan, Kamis (18/6).

Hariyadi meminta, regulasi harus mengakomodasi aspirasi yang akan memberikan investasi. Regulasi harus dilihat secara objektif dengan melihat supply dan demand. Ia menilai, pendemi covid-19 ini justru momen yang bagus untuk menata ulang regulasi yang ada.

“Kan indikasinya pak Bahlil (Kepala BKPM) bilang salah satu faktor yang nggak menarik masalah ketenagakerjaan di kita. Kluster ketenagakerjaan, semua pihak harus objektif melihatnya, nggak bisa melihat sebelah, perlindungan saja, tapi tidak melihat supply and demand-nya, ya lari semua investornya,” jelas dia.

Baca Juga: Pembahasan klaster ketenagakerjaan ditunda, Kemnaker dengar kembali pendapat

Hariyadi mengingatkan, Negara Indonesia yang diharapkan punya benefit dari bonus demografi jangan sampai ketiban bonus demografi karena rakyatnya tidak mendapat kesempatan untuk bisa bekerja. Apalagi masyarakat Indonesia yang menerima bantuan sosial jumlahnya terbilang besar. 

Artinya mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang layak. “Makanya disubsidi, nah yang seperti ini mesti dilihat lagi,” tutur Hariyadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×