kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Soal outlook inflasi tahun 2020, INDEF berbeda pandangan dengan pemerintah


Selasa, 20 Agustus 2019 / 05:37 WIB
Soal outlook inflasi tahun 2020, INDEF berbeda pandangan dengan pemerintah
ILUSTRASI. Harga cabai


Reporter: Bidara Pink | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memiliki pandangan berbeda dengan pemerintah terkait outlook inflasi tahun depan. Pemerintah menargetkan, inflasi pada tahun 2020 ada di kisaran 3,1%. Namun, ekonom INDEF pesimistis dan memproyeksikan tngkat inflasi di level 3,5%.

"Memang kami belum menghitung secara detail. Namun, bagi saya tembus 3,5%-3,75%. Hal yang paling mempengaruhi adalah soal pangan," kata Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto, Senin (19/8).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada Semester I 2019, yang memengaruhi tingkat inflasi Indonesia adalah bahan pangan, yang menyumbang sebesar 4,97%. Keadaan ini yang nantinya dilihat akan masih ada di tahun 2020.

Harga pangan dinilai akan lebih bergejolak karena dipengaruhi oleh kemarau panjang. Karena kemarau ini, produksi bisa lesu dan bisa mendorong aksi pemerintah untuk terus bergantung pada impor.

Baca Juga: Rupiah Jelang RDG cenderung bergerak stabil

Sementara pada nilai tukar rupiah pada dolar Amerika, Pemerintah memperkirakan pada tahun 2020 akan berada pada kisaran Rp 14.400.

Lagi-lagi INDEF mengungkapkan pesimis terhadap angka tersebut. INDEF lewat Eko, memproyeksikan nilai tukar rupiah pada 2020 akan berada di sekitar Rp 14.500 hingga Rp 14.600.

Hal ini dipengaruhi oleh current account deficit (CAD) yang melebar menjadi 3% dari PDB pada Q2-2019. Eko memaparkan, Indonesia saat ini ada di peringkat 5 dari 15 negara yang mengalami kenaikan CAD.

Baca Juga: Indef: Target pertumbuhan ekonomi 5,3% di tahun depan sulit tercapai

"Implikasinya, bila situasi ini tidak berubah, maka rupiah kita bisa terombang-ambing. Kita harus bisa menekan CAD untuk bisa ada di bawah angka 3%," kata Eko.

Kondisi ini juga dipengaruhi oleh perang dagang yang masih menghangat. Apalagi setelah diketahui bahwa perang dagang yang dilakukan Amerika Serikat ini juga merupakan salah satu strategi Donald Trump untuk memperoleh elektabilitas pada pemilihan umum tahun 2020.

Sehingga bisa dipastikan bahwa kondisi global yang tidak pasti masih akan terus ada hingga tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×