kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Simak tiga catatan dari DDTC soal aturan SPOP terbaru


Rabu, 03 Maret 2021 / 17:47 WIB
Simak tiga catatan dari DDTC soal aturan SPOP terbaru
ILUSTRASI. Wajib pajak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengatur setiap orang pribadi ditetapkan sebagai subjek pajak orang pribadi (SPOP) selama berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau dalam satu tahun pajak berada di Indonesia. Aturan ini berlaku untuk warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA).

Adapun kebijakan tersebut ada dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beleid ini berlaku per tanggal 17 Februari 2021.

Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menyebut ada tiga catatan terkait beleid tersebut. Pertama, memberikan kepastian hukum bagi praktik di lapangan bagi orang pribadi.

Kedua, salah satu aspek yang menjadi pembeda dengan rezim sebelumnya ialah penggunaan terminologi WNI dan WNA dalam aspek penentuan status subjek pajak dalam negeri (SPDN) atau subjek pajak luar negeri (SPLN). 

“Namun demikian, pengaturan ini tidak perlu diartikan bahwa Indonesia kini menganut asas kewarganegaraan (citizenship) dalam pengaturan status SPDN/SPLN. Indonesia masih tetap menganut asas domisili yang tercermin dari kriteria tempat tinggal, time-test, dan sebagainya,” kata dia kepada Kontan.co.id, Rabu (3/3). 

Ketiga, pengaturan itu selaras dengan prinsip penentuan status residen dalam konteks pajak internasional, khususnya tie breaker rule dalam hal terjadinya kasus dual residence

Baca Juga: Kedudukan subjek pajak orang pribadi kini ditentukan berdasarkan hari

“Ini ditunjukkan dengan kriteria tempat tinggal, pusat kegiatan utama, tempat menjalankan kebiasaan, dan seterusnya,” ujar Bawono.

Adapun, pada Pasal 2 ayat 3 menegaskan jangka waktu 12 bulan yang dimaksudkan baik secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari, dihitung penuh sebagai satu hari.

Sementara itu, apabila WNI berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, maka dikukuhkan sebagai subjek pajak luar negeri (SPLN). Namun harus memenuhi lima syarat.

Pertama, bertempat tinggal secara permanen di luar Indonesia dan bukan merupakan tempat persinggahan. Kedua, memiliki pusat kegiatan utama yang menunjukkan keterikatan pribadi, ekonomi, dan/atau sosial di luar Indonesia, seperti keluarga, pekerjaan, dan organisasi yang diakui pemerintah negara setempat. 

Ketiga, memiliki tempat menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di luar Indonesia. Keempat, menjadi subjek pajak dalam negeri negara atau yurisdiksi lain. 

Kelima, telah menyelesaikan kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh WNI selama menjadi subjek pajak dalam negeri (SPDN). Ini dibuktikan dengan surat keterangan WNI memenuhi persyaratan menjadi SPLN yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 

Beleid tersebut juga mengatur apabila WNA memiliki keahlian tertentu yang telah menjadi SPDN sebelum PMK 18/2021 berlaku, maka dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima di Indonesia untuk empat tahun pertama saja, dengan mengajukan permohonan ke Ditjen Pajak.

Selanjutnya: Ini kata pengamat soal aturan baru subjek pajak orang pribadi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×