Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjadi menteri yang diberitakan paling negatif oleh media selama enam bulan menjabat. Yasonna dianggap berkontribusi dalam konflik Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar melalui keputusannya yang mengesahkan salah satu kepengurusan dua partai tersebut.
Politisi PDI-Perjuangan itu juga dinilai kontroversial dalam pemberian remisi kepada koruptor. Hal ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan Political Communication Institute (Polcomm Institute).
"Pemberitaan negatif terhadap Menteri Hukum dan HAM sebesar 6,7 persen," kata Direktur Polcomm Institute Heri Budianto dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (11/5).
Penelitian Polcomm ini dilakukan dengan mengkaji pemberitaan dalam 15 media massa nasional, baik cetak maupun elektronik. Polcomm mengaku menganalisa sebanyak 32.047 berita yang terbit pada Oktober 2014 hingga April 2015.
Penelitian dilakukan dengan metode analisis konten dan analisis wacana (discourse analysis) dalam kurun waktu 1 hingga 7 Mei 2015.
"Pemberitaan tentang kinerja menteri adalah liputan, wawancara, kutipan yang dimuat di media massa tentang kebijakan, program, dan pernyataan menteri terkait," kata Heri.
Berdasarkan penelitian ini, yang dimaksud kinerja menteri adalah penilaian atau keberpihakan media terhadap program, kebijakan, dan pernyataan para menteri. Kinerja itu dianggap positif ketika berpihak kepada publik dan negatif jika bertolak belakang dengan kepentingan publik.
Setelah Yasonna, menteri yang dinilai negatif kinerjanya melalui pemberitaan media adalah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy. Menurut Heri, Menko Polhukam diberitakan negatif terkait pernyataan soal kisruh KPK dan Kepolisian.
"Menko Polhukam mendapatkan porsi kinerja negatif sebesar 6,3 persen. Menko Polhukam yang paling blunder membicarakan kisruh KPK-Polri," sambung Heri.
Selanjutnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dengan presentase 4,1 persen. Sudirman dianggap gagal dalam melakukan pengendalian BBM dan mafia migas.
Pembantu presiden selanjutnya yang diberitakan negatif kinerjanya adalah Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto. Menurut Heri, Andi diberitakan negatif kinerjanya karena dianggap memutus komunikasi antara Presiden Joko Widodo dengan partai pengusungnya.
"Andi memiliki kinerja negatif menurut bingkai media dengan presentasi 3,1 persen," kata Heri.
Selanjutnya, Menteri BUMN Rini Sumarno dengan presentasi 1,5 persen. Kinerja Rini disorot negatif terkait rencana penjualan gedung BUMN, pemberian modal kepada BUMN, dan pergantian direksi BUMN.
Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil yang diberitakan negatif kinerjanya karena dikaitkan dengan pelemahan ekonomi dan dinilai minim koordinasi.
Lebih jauh, Heri menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan Polcomm Institute ini bukan mengukur persepsi publik. Penelitian ini menganalisis pembingkaian yang dilakukan sejumlah media.
Ia juga berharap hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan Presiden Joko Widodo dalam mengevaluasi menterinya.
"Memang penelitian ini memiliki keterbatasan, kami juga tidak mengukur lebih jauh persepsi publik, atau kebenaran pemberitaan media," kata Heri.
Kendati demikian, menurut dia, para menteri Kabinet Kerja harus mulai membenahi komunikasi publik mereka. Heri mencontohkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang diberitakan paling positif kinerjanya oleh media. Susi juga menjadi menteri yang paling banyak diberitakan kinerjanya.
"Kita bisa memaklumi karena apa yang dilakukan Susi sesuai dengan selera media sehingga dia tidak perlu membangun komunikasi dari kementeriannya. Yang lebih banyak kerja bukan humas Kementerian Kelautannya, tapi gaya-gaya dari Susi yang menarik media," ucap Heri.
Namun, bagi menteri-menteri yang gaya pemerintahannya kurang menarik media, Heri menyarankan agar memperkuat fungsi kehumasan pada kementerian masing-masing. Ia juga menyarankan mereka agar lebih proaktif.
"Mestinya menteri-menteri yang lain bagaimana membangun komunikasi kementeriannya harus dipikirkan karena kan menteri beda-beda, tidak semua blusukan itu jelek, tidak semua ada persepsi negatif. Namun kadang kala diperlukan untuk menarik publik," tutur dia. (Icha Rastika)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News