Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah siap menghadapi gugatan pengusaha terkait kenaikan pajak hiburan yang berada di kisaran 40%-75%.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, saat ini pihaknya bersama dengan dua menteri lain yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly telah diutus langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan perkara ini.
"Sekarang sudah ada surat kuasa dari Presiden (Jokowi) atas nama Pemerintah Indonesia. Ada tiga kementerian yang akan menghadapi gugatan di MK, Kementerian Keuangan, Kemenkum HAM, dan Kemenparekraf," ungkap Sandi saat dijumpai di Kantor Kemenko Marvest, Rabu (7/2).
Sembari menunggu proses gugatan, pihaknya mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memberi insentif sesuai kepada pengusaha terdampak terkait kenaikan pajak hiburan.
Hal ini sejalan dengan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait petunjuk bagi kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada pelaku usaha.
Baca Juga: Masih Proses Uji Materi di MK, Pelaku Industri Pariwisata akan Pakai Tarif Pajak Lama
"Beberapa daerah seperti di Bali, Labuan Bajo sudah melakukan penyesuaian. Banyak pemda yang sudah melakukan penyesuaian," tutur Sandiaga.
Diketahui, Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) mengajukan judical review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait kenaikan pajak hiburan pada Rabu (7/2).
Beleid yang digugat adalah UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Gipi menggugat pasal 58 ayat 2 UU HKPD yang berkaitan dengan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan diskotek, karaoke, klub malam, bar dan spa.
Pasal tersebut membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk menetapkan tarif PBJT atas jasa diatas paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Padahal selama ini, tarif pajak tersebut paling rendah 34% dan paling tinggi 75%.
Ketua Umum, GIPI, Hariyadi Sukamdani menilai kenaikan ini mendeskripsikan lima sektor jenis usaha hiburan tersebut jika dibandingkan usaha lain.
"Karena ini berisi tentang perlakuan tarif berbeda untuk jenis usaha karaoke, diskotik, bar, klub malam dan spa," kata Hariyadi.
Menurutnya, jika memang kelima kategori usaha tersebut ingin dibatasi, pemerintah seharusnya tidak menekankan pada kenaikan tarif paja. Namun, dibatasi saja perizinannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News