kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.942.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.395   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.907   -61,50   -0,88%
  • KOMPAS100 997   -14,27   -1,41%
  • LQ45 765   -9,88   -1,28%
  • ISSI 225   -2,18   -0,96%
  • IDX30 397   -4,54   -1,13%
  • IDXHIDIV20 466   -5,69   -1,21%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 115   -1,15   -0,99%
  • IDXQ30 128   -1,29   -0,99%

Sepekan Nasional: Pelimpahan BG dan aksi Ahok


Sabtu, 07 Maret 2015 / 10:15 WIB
Sepekan Nasional: Pelimpahan BG dan aksi Ahok
ILUSTRASI. Intip Harga Motor Bekas PCX, Lexi, Aerox, sampai NMax per September 2023


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Pekan ini  berita yang cukup menonjol adalah perseteruan Ahok dengan DPRD terkait anggaran siluman di RAPBD. Selain itu, pelimpahan kasus Budi Gunawan (BG) ke Kejaksaan Agung juga mewarnai hari-hari kita di pekan ini.  Jangan lupa kasus BG juga makin liar menyapu semua yang nyerempet-nyerempet BG.

Kita langsung saja ke gedung KPK.  Di sini Selasa (3/3) lalu pegawai KPK menggelar demo menolak pelimpahan kasus BG  ke Kejaksaan Agung.  Uniknya petisi yang ditandatangani semua karaywan KPK  juga ditandatangani oleh Pelaksana Tugas Ketua Pimpinan KPK, Taufiequrachman Ruki. Padahal, semua juga tahu, Ruki yang melakukan pelimpahan itu.   

Isi tiga petisi itu: (1) Menolak putusan Pimpinan KPK yang melimpahkan kasus Budi Gunawan  ke kejaksaan; (2) Meminta Pimpinan KPK mengajukan upaya hukum PK atas putusan praperadilan kasus Budi Gunawan; (3) Meminta Pimpinan menjelaskan secara terbuka strategi pemberantasan korupsi KPK kepada pegawai KPK.

Para mantan pimpinan KPK juga menyarankan agar KPK mengajukan PK ke Mahkamah Agung terkait putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang memutuskan penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka tidak sah. "Akan PK. Semua sudah setuju, tetapi keputusan ada di pimpinan," kata mantan Penasihat KPK Abdullah Hehamahuwa yang juga ikut dalam pertemuan tersebut di Gedung KPK, Jakarta. Para mantan pimpinan KPK seperti Busyro Muqoddas, Said Zainal Abidin, dan Tumpak Hatorangan Panggabean menyampaikan hal tersebut kepada pimpinan KPK, Rabu (4/3).

Mengomentari demo itu, Wakil presiden Jusuf Kalla (JK) meminta KPK untuk mengoreksi diri. Menurutnya, penyerahan kasus BG ke Kejaksaan Agung merupakan tindak lanjut dari putusan praperadilan yang membatalkan status tersangkanya. "Ini masalah peroerangan saja, jangan memasukan emosi politik ke dalamnya," ujar JK, Selasa (3/3) di Istana Wapres, Jakarta. Menurutnya, kasus ini harus dilihat dari sisi hukum. Bukan masalah institusi KPK melawan Kepolisian RI.

Adapun Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan bahwa KPK tidak bisa melanjutkan kembali penyidikan kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Alasannya, kasus tersebut sudah diserahkan kepada pihaknya dan pengadilan sudah memutuskan KPK tidak berwenang mengusut kasus tersebut. Yang saat ini tengah dipertimbangkan kejaksaan, kata dia, justru melimpahkan kasus Budi kepada kepolisian. Waduh.

Selain itu, menurut HM Prasetyo, kasus yang menyeret Abraham Samad dan Bambang Widjojanto juga akan diserahkan pada Kejaksaan Agung dari Polri.  Dia mengaku, akan mempertimbangkan kelanjutan kasus kedua mantan pimpinan KPK ini. “Kasus AS dan BW tetap dilanjutkan. Kami mempertimbangkan apakah dilanjutkan, tapi tentu minta penjelasan kepada pelapornya karena ada pelapor yang harus diberi penjelasan" ujar Prasetyo di Gedung KPK, Senin (2/3).

Menurut Jimly Asshiddiqie, salah satu anggota Tim 9, sebaiknya Polri menghentikan kasus menghentikan pula kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. "Kalau saya ya, Bambang Widjojanto dan Abraham itu SP3 aja. Biar sudahlah clear semua, supaya tidak ada kesan kriminalisasi semua," imbuh Jimly saat dihubungi Minggu (1/3).  


Tempo dilaporkan, Samad tersangka lagi

Majalah Tempo dilaporkan oleh Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) ke Bareskrim.  Pjs Kapolri Badrodin Haiti menyatakan wartawan majalah Tempo bisa menjadi tersangka tindak pidana perbankan.

Namun, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI Indonesia) Bareskrim Mabes Polri untuk menggunakan Undang-Undang Pokok Pers dalam menyelesaikan kasus perselisihan yang disebabkan oleh pemberitaan. AJI Indonesia menegaskan pemberitaan Majalah Tempo tentang dugaan aliran dana Komjen Budi Gunawan merupakan bentuk pemenuhan hak konstitusional warga negara Indonesia untuk memperoleh informasi.
 
Dewan Pers menilai, laporan masyarakat ke Kepolisian RI terkait pemberitaan majalah Tempo tentang aliran dana Komisaris Jenderal Budi Gunawan tidak tepat. Mengingat, media bertugas memenuhi kepentingan publik akan informasi, dan berita yang disajikan justru dapat membantu kinerja penegakan hukum.

Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menjelaskan, tugas media untuk memenuhi kepentingan publik tak bisa dipidanakan. Menurut Yosep yang akrab dipanggil Stanley, laporan investigasi di Tempo edisi 19-25 Januari berjudul "Bukan Sekadar Rekening Gendut", juga bukan pembocoran rahasia perbankan.  

Lepas dari Tempo, kita menoleh ke Abraham Samad. Setelah pekan lalu diperiksa sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen, Abraham Samad kembali ditetapkan sebagai tersangka   penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan KPK yang dilaporkan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Muhammad Yusuf Sahide pada akhir Januari 2015.

Abraham Samad akan melapor balik pelapornya. Rencana lapor balik ini diungkapkan tim kuasa hukum Abraham Samad, Adnan Buyung Azis, Minggu (1/3). Adnan mengungkapkan, semua kasus yang dituduhkan kepada Abraham masih terus dikaji.

Perkara yang akan dilaporkan balik adalah pemalsuan dokumen yang tengah bergulir di Polda Sulselbar, kasus "rumah kaca" atau penyalahgunaan kewenangan, kasus dugaan kepemilikan senjata api tanpa izin dan foto mesra mirip Putri Indonesia 2014, Elvira Devinamira serta foto mesra wanita yang tak dikenal, Feriyani Lim yang berkait dengan kasus pemalsuan dokumen paspor.


Ahok beraksi

Pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta semakin ramai. Apalagi setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama mengungkapkan adanya "anggaran siluman" yang berujung dengan dikeluarkannya hak angket oleh anggota DPRD DKI Jakarta. Ahok pun dengan gegap gempita membalas serangan itu. Ahok melaporkan anggaran siluman itu ke KPK.

Ahok mencium adanya anggaran sebesar Rp 12,1 triliun yang diduga akan dikorupsi menyelip di rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2015. Gubernur Ahok menduga, anggaran tersebut berasal dari proyek-proyek titipan DPRD DKI.

Tak mau dituduh, jajaran pimpinan DPRD DKI mengaku tidak tahu-menahu seputar adanya anggaran yang kemudian diistilahkan sebagai anggaran siluman itu. Mereka juga menyatakan, pihak yang berwenang menyusun anggaran adalah eksekutif, dalam hal ini para pejabat Pemerintah Provinsi DKI yang notabene anak buah Ahok.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Sebastian Salang, menduga, ada permainan antara pejabat dinas dan anggota DPR di balik ditemukannya anggaran tersebut."Saya hanya menggambarkan kemungkinan permainan antara komisi dan dinas terkait. Ada program-program yang disusun oleh dinas terkait, tetapi titipan dari DPRD," kata Salang, Rabu (4/3).

Bukan hanya itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku benar-benar geram atas temuan usulan pengadaan buku trilogi Ahok yang berada dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) 2015 versi DPRD DKI. "Kami mau proses hukum ini, dari mana ada tiba-tiba RAPBD versi DPRD, keluar buku saya nilainya Rp 30 miliar," kata Basuki, di Balai Kota, Senin (2/3).  

Seakan tidak mau kalah dari Ahok, Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPRD DKI Jakarta  melaporkan berbagai dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Pemprov DKI ke Bareskrim Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya, dugaan suap senilai Rp 12,7 triliun. "Kami akan laporkan dugaan suap Rp 12,7 triliun yang dilakukan oknum pemprov DKI Jakarta kepada DPRD DKI ke Bareskrim dan KPK, Senin depan," jelas Ketua Pansus Hak Angket, M. Ongen Sangaji, di Gedung DPRD DKI, Senin (2/3/2015).

Pansus Hak Angket juga akan melaporkan pencemaran nama baik yang dilakukan Ahok kepada lembaga DPRD. Hal ini dapat terlihat dari semua pernyataan Ahok selama kisruh itu.

Bagaimana dengan hak angket yang digulirkan. Pendukung hak angket mulai berkurang dengan penarikan dukungan yang dilakukan oleh partai, termasuk PPP, partainya Abraham Lunggana alias Haji Lulung.  Namun, Lulung bersikeras akan tetap mendukung hak angket. “Saya dipecat, siap. Saya sedang menegakkan hukum," kata Lulung di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (4/3).

Memang, ada upaya untuk mendamaikan DPRD DKI dengan Gubernur Ahok pada Kamis (5/3), namun mediasi itu gagal. DPRD merasa diancam oleh Ahok dalam mediasi itu. Bahkan, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana mengatakan, “Pak Gubernur hari ini mengancam-ngancam dan mengamuk SKPD, mengamuk dan berteriak-teriak."  

Namun, pernyataan Lulung ini langsung dibantah pihak Kemendagri. Sekjen Kemendagri Yuswandi Temenggung mengatakan bahwa dirinya tidak mendengar adanya ancaman dari Ahok.

Menurut Ahok, rapat mediasi soal RAPBD 2015 dihentikan justru atas permintaan dari Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik. Politisi Partai Gerindra itu, lanjut Ahok, menilai rapat mediasi yang dilakukan Kemendagri sudah tidak menemukan solusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×