Reporter: Abdul Basith | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani minta perbaikan internal sebelum menyelesaikan perjanjian dagang.
Khususnya penyelesaian Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Indonesia - Uni Eropa (IEU-CEPA). Perjanjian tersebut menjadi prioritas yang akan diselesaikan tahun 2020 mendatang.
"Ada dua komponen penting yang harus dipastikan dulu sebelum IEU CEPA diselesaikan," ujar Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (10/11).
Shinta bilang tantangan membangun perjanjian dagang dengan Uni Eropa cukup berat. Ditambah lagi saat ini kondisi Uni Eropa tidak terlalu positif untuk perdagangan.
Baca Juga: Simak lima prioritas perjanjian dagang yang ditargetkan rampung tahun depan
Namun, Indonesia perlu mengejar ketertinggalan daya saing produk ekspor nasional di pasar Uni Eropa. Pasalnya Indonesia bisa juga lepas dari pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari Uni Eropa.
Pengejaran diperlukan melihat negara kompetitor seperti Vietnam telah lebih dulu. Selain sektor perdagangan, IEU CEPA juga akan mendorong investasi di Indonesia.
"Kita harapkan dengan perjanjian IEU CEPA, iklim usaha bisa lebih berdaya saing, investasi EU bisa lebih deras, lebih direct tanpa melalui negara ketiga," terang Shinta.
Peran Uni Eropa dalam investasi di Indonesia dinilai cukup besar. Shinta bilang Uni Eropa merupakan investor penting di sektor manufaktur Indonesia.
Oleh karena itu ada beberaap hal yang harus disiapkan Indonesia. Pertama adalah akses pasar barang, jasa dan investasi yang diterima Indonesia dari Uni Eropa minimal harus sama atau lebih baik dari Vietnam.
Kedua pemerintah harus menyiapkan iklim usaha dan investasi yang baik dan berdaya saing. Perbaikan kebijakan yang dilakukan pemerintah diharapkan dapat sesuai dengan komitmen IEU CEPA.
Baca Juga: Jokowi minta dua perjanjian dagang, RCEP dan IEU-CEPA, rampung tahun depan
"Dengan demikian, cost of reform di sisi nasional tidak terlalu tinggi," jelas Shinta.
Perbaikan kebijakan bisa efisien mempercepat dan memperbaiki iklim usaha nasional. Hal itu dipastikan dapat membuat investasi langsung dari Uni Eropa lebih besar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News