Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah terbitkan aturan teknis pemberian saksi bagi perusahaan yang membandel tidak mendaftarkan pekerjanya dalam program Jaminan Sosial (Jamsos) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Beleid tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 23 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan dan Pencabutan Sanksi Administratif Bagi Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara.
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri mengatakan, ketentuan ini untuk mendorong percepatan jumlah kepesertaan program-program dari BPJS Ketenagakerjaan. "Intinya agar masalah jaminan sosial dapat kepastian. Kalau ada pelanggaran sanksinya apa," kata Hanif, Selasa (26/7).
Sekadar catatan, aturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yakni 12 Juli 2016. Adapun sanksi administratif itu terdiri dari teguran tertulis, denda dan atau tidak mendapat pelayanan publik. Saksi akan dikenakan bila pemberi kerja melanggar pasal 59 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 tahun 2015 tentang penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja dan Jaminan Kematian.
Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang penyelenggaraan program jaminan Pensiun, serta Pasal 33 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2015 tentang penyelenggaraan program jaminan hari tua.
Pemberi kerja yang melanggar ketentuan akan dikenakan sanksi teguran tertulis pertama untuk jangka waktu paling lama 10 hari kerja oleh BPJS Ketenagakerjaan. Apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu 10 hari kerja sanksi teguran tertulis pertama tidak dilaksanakan BPJS Ketenagakerjaan mengenakan sanksi teguran tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari kerja.
Sanksi denda dikenakan apabila setelah pengenaan sanksi teguran tertulis kedua berakhir, pemberi kerja tidak melaksanakan kewajibannya. Apabila sanksi denda tidak dilaksanakan, pemberi kerja dikenai sanksi administratif tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Sanksi administratif tidak mendapat pelayanan publik tertentu dicabut apabila pemberi kerja telah melaksanakan kewajiban. Dalam rangka eveluasi pelaksanaan pengenaan dan sanksi administratif tidak mendapat pelayanan publik tertentu BPJS Ketenagakerjaan, Pengawas Ketenagakerjaan dan unit pelayanan publik tertentu melakukan rapat koordinasi secara berkala tiga bulan atau sesuai ketentuan.
Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan E. Ilyas Lubis mengatakan, peraturan menteri ini merupakan turunan dari PP No. 86 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara Dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, Dan Penerima Bantuan Iuran Dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
Dalam PP itu dikatakan, sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dikenai kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara meliputi, perizinan terkait usaha, izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin memperkerjakan tenaga kerja asing, izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh atau Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Senada dengan Hanif, Ilyas bilang bila ketentuan ini dapat diterapkan dengan baik maka tidak mustahil jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan akan semakin cepat meningkat. "Kalau aturan ini betul-betul diseksekusi, maka akan membuat perusahaan harus memenuhi ketentuan yang tentunya memberi manfaat kepada pekerja," kata Iliyas.
Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan dari unaur pekerja, Rekson Silaban mengatakan, perlu adanya pendekatan yang ekstra dari manajemen BPJS Ketenagakerjaan untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada dunia usaha hingga ke daerah-daerah. Pasalnya, selama ini aturan dari pemerintah pusat terkadang berbeda dengan yang sibuat oleh pemerintah daerah. "Sehingga pendekatannya tidak hanya dari aturan saja," ujar Rekson.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News