kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sanksi jika tak lapor data nasabah kartu kredit


Selasa, 28 Maret 2017 / 21:45 WIB
Sanksi jika tak lapor data nasabah kartu kredit


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan meminta perbankan menyerahkan data kartu kredit. Program pengumpulan data kartu kredit merupakan bagian dari upaya pengawasan atas kepatuhan pembayaran pajak.

Asal tahu saja, aturan ini sebelumnya tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 39/PMK.03/2016 tentang rincian data informasi yang berkaitan dengan perpajakan.

Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan bahwa secara aturan, ada sanksi bagi institusi yang sudah diminta datanya oleh otoritas pajak, tetapi tidak menyerahkan, yaitu sanksi pidana.

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), diatur kewajiban pemberian data dan informasi kepada DJP. Kewajiban tersebut diatur dalam pasal 35A UU KUP.
“Karena ada pasal 35 A UU KUP. Bagi institusi yang sudah diminta tapi tidak menyerahkan itu pidana. Bukan hanya perbankan,” katanya kepada KONTAN, Selasa (28/3).

Dalam pasal 35 A ayat 1 menyatakan bahwa setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Selanjutnya soal sanksi, dalam UU KUP Pasal 41C menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

“Kalau secara UU memang sanksinya pidana, tapi apakah penerapannya pidana atau himbauan dulu? Soalnya tidak mungkin perbankan dipidana, tapi secara UU itu memungkinkan,” lanjutnya.

Iwan melanjutkan, sebelumnya kebijakan ini sudah ingin diberlakukan pada 2016 silam namun ditunda penerapannya karena ingin memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak (WP) untuk fokus menghadapi program pengampunan pajak atau tax amnesty .

“Karena adanya amnesti pajak di-pending dulu. Sekarang kan amnesti pajak (sebentar lagi) berakhir, jalan lagi itu,” ucapnya.

Adapun ia mengatakan bahwa DJP saat ini tengah mengkaji kebijakan untuk memberikan insentif perpajakan apabila WP berbelanja menggunakan kartu kredit guna mendukung program transaksi non-tunai (cashless).

Menurut Iwan, konsepnya nanti akan ada kaitannya dengan Kartu Indonesia Satu (Kartin1) yang akan diluncurkan DJP pada Jumat mendatang.

“Jadi identitas pembeli di-capture. Seandainya membeli pake kartu kredit kan identitas penjual dan pembeli terekam. Insentifnya, kalau belaja pakai kartu kredit ada reward point. Reward point-nya di-update di Kartin1. Misalnya, belanja Rp 1 juta dapat reward point sekian, nanti bisa dikurangkan pajak penghasilan brutonya. Namun ini masih kajian,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×