Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VIII DPR RI menargetkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pondok Pesantren dan Pendidikan Agama dapat disahkan menjadi undang-undang pada Agustus 2019 mendatang atau dua bulan sebelum masa jabatan anggota DPR periode tahun 2014-2019 habis. Adapun subtansi RUU ini salah satunya akan lebih fokus pada pengakuan negara terhadap eksistensi pesantren dan pendidikan agama yang selama ini telah mengakar di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya, selama ini negara masih belum memperhatikan dengan baik eksistensi pesantren, dari sisi sarana dan prasarana, pembiayaan maupun tenaga kependidikannya.
Bagi kalangan pesantren, RUU Pesantren ini penting untuk kemajuan pesantren ke depannya. Sebab, jika menggunakan UU Sisdiknas, maka pesantren akan telantar atau terbengkelai terus karena selama ini pemihakan ditujukan terutama kepada sekolah formal. Bagaimanapun juga pesantren memiliki kekhasan dan merupakan lembaga jenuin yang tumbuh di Indonesia.
Atas dasar itu, untuk mengetahui lebih jauh mengenai perkembangan pembahasan RUU Pesantren dan isu-isu krusial yang menjadi perdebatan selama ini, Ansoruna Business School Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor bersama Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI menyelenggarakan Diskusi Tematik: Telaah Kritis RUU Pesantren di Hotel Golde Boutique, Jakarta, Sabtu (20/7/2019). Acara dibuka oleh Ketua Fraksi PKB di MPR RI Jazilul Fawaid. Dalam diskusi ini juga menghadirkan pembicara Dr. Ainur Rofiq, Kasubdit Pendidikan Pesantren Direktorat Pendidikan Diniah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Fahsin (Ketua Bid. Pesantren PP GP Ansor), dan Ali Subhan (Pengurus Ansoruna Business School).
Dalama sambutannya, Jazilul mengatakan, RUU Pesantren yang diiniasi PKB ini merupakan upaya agar pesantren mendapatkan keadilan yang setara dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya. ‘Secara historis maupun secara kualitas pendidikan, pesantren bahkan lebih unggul dari lembaga pendidikan lainnya. Tapi secara keadilan paling terbelakang dalam setiap pembicaraan,” sebutnya.
Padahal menurut Jazilul, pesantren memiliki kontribusi besar sejak sebelum kemerdekaan Indonesia. Sebab dulu, di pesantren menjadi tempat tumbuh kembangnya nasionalisme yang menggelorakan perjuangan melawan penjajahan. “Maka dengan RUU Pesantren sebagai start bagi lulusan pesantren untuk memiliki kesempatan yang sama dalam membangun bangsa ini," harap dia.
Sebab itu, PKB sebagai partai yang anggotanya banyak dari alumni pesantren, melihat perlu ada penguatan regulasi untuk kemajuan pesantren ke depan. Lewat diskusi, Jazil pun berharap, masyarakat berpartisipasi dan memberi kontribusi terhadap RUU Pesantren ini. "Semangat RUU Pesantren tidak sama sekali mengintervensi independensi pesantren. Tapi justru menempatkan pesantren di tempat mulia dalam upaya pemerataan keadilan," tandas Jazilul.
Hal senada diutarakan Ainur Rofiq yang menepis kekhawatiran sekelompok masyarakat terhadap pembentukan RUU Pesantren bisa merugikan eksistensi kemandirian, kekhasan budaya hingga keragaman kurikulum pendidikan yang diajarkan. “Paradigmanya, frekuensinya harus disamakan dulu bahwa pesantren itu bukan sekadar lembaga pendidikan dari pagi sampai jam satu siang. Itu bukan pesantren tapi sekolah madrasah. Pondok pesatren itu kegiatan belajar dan pendidikannya dari subuh sampai subuh lagi. Ngaji dan dzikir abis salat subuh itu dinilai oleh kiainya. Yang ditojolkan di pesatren itu bukan sebatas kepintaran tapi utamnya adalah akhlak mulia,” beber dia
Perlu dipahami juga, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan tapi lembaga dakwah hingga pengabdian masayarakat. Nah, bicara dakwah apalagi pengabdian masyarakat hingga riset dan penelitian di pesantren tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Artinya, perlu dukungan anggaran yang besar dari negara sebagai bentuk keadilan seperti yang diberikan kepada lembaga pendidikan formal selama ini. Memang, pemerintah memberikan bantuan-bantuan tapi nilainya tidak signifikan dan itu banyak digunakan untuk membangun gedung pondok yang masih terbatas.
“Tapi untuk pendanaan besar seperti pengabdian masyarakat, pemberdayaan ekonomi umat sampai riset dan penelitian harus ada payung hukumnya. Nah, RUU Pesantren ini sebagai payung hukumnya yang memberikan perlindungan, pengakuan, penguatan dan pengembangan fungsi fungsi pesantren tanpa menghilangkan tradisi unik dan keragaman model pendidikan yang sudah lama berjalan,” papar Ainur.
Apakah nantinya juga berlaku semacam akreditasi dan sertifikasi seperti di lembaga pendidikan formal sesuai ketentuan UU Sisdiknas, Ainur kembali menegaskan pemikirannya jangan memakai kacamata UU Sisdisnas. “Kalaupun nantinya ada, semua ala pesantren bukan seperti yang dipahami model akreditasi dan sertifikasi di sekolah formal,” sebutnya.
Yang terang dengan RUU Pesantren ini, Pemerintah dan DPR memiliki kesepakatan untuk merekognisi pesantren. Bila tidak sekarang, maka akan lewat dan entah kapan lagi untuk menguatkan fungsi pesantren. "Saatnya pendidikan pesantren sebagai sub sistem pendidikan nasional yang khas, pusat dakwah yang persuasif dan toleran, dan pusat pemberdayaan masyarakat," terang Ainur.
Ali Subhan, Pengurus Ansoruna Business School yang menilai, UU Pesantren tidak diperlukan jika isinya memberhanguskan pesantren, hanya fokus pada administrasi dan sistem informasi data based yang dijadikan alat untuk mengintervensi kemandirian pesantren dalam menyelenggarakan fungsinya. "Pengelolaan data dan informasi dapat mengganggu pesentren sehingga mengabaikan fungsinya Pesantren tidak akan bisa mandiri, dan berbahaya bila Pesantren tidak sejalan dengan Pemerintah yang sedang berkuasa," ungkapnya.
Dengan demikian, Ali bilang, UU Pesantren yang diharapkan adalah melindungi tradisi pembelajaran dan atau kurikulum pesantren dan negara mengakui bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan internasional. "Negara mengakui lulusan pesantren setara dengan lulusan perguruan tinggi," harapnya. Ke depannya, UU Pesantren ini bisa memajuan kebudayaan sebagai upaya meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia melalui Perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan, serta perlindungan tradisi atau budaya pesantren.
Mengingat pengembangan pesantren ini membutuhkan dana yang tidak sedikit, maka pemerintah Pusat dan Daerah dalam membantu Pesantren melalui salah satu prioritas penganggaran kebutuhan sesuai dengan kemampuan perlu dimasukkan persentase secara spesifik. Misalnya 5% dari APBN/APBD/UU Sisdiknas. "Yang tak kalah penting adalah insentif, Wajib Pajak Badan yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendanaan pesantren dapat diberikan pengurangan pajak penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan," jelas Ali
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News