Reporter: Martina Prianti | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi dan harga minyak mentah Indonesia memaksa Pemerintah mengajukan tambahan cadangan risiko fiskal tahun depan. Pemerintah menilai, bantalan RAPBN 2010 yang cuma Rp 5,6 triliun tidak cukup meng-cover risiko fiskal yang mungkin terjadi.
Pemerintah melihat, dalam pembahasan RAPBN 2010 selama tiga bulan ini saja, sudah banyak angka-angka asumsi makroekonomi yang berubah. "Sehingga, dalam 12 bulan ke depan, berbagai deviasi sangat mungkin terjadi.
Contohnya, harga minyak yang sampai sekarang terus bergerak dalam kisaran yang sulit diprediksi," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Kamis (3/9).
Nah, itu semua merupakan risiko fiskal yang bisa mengakibatkan defisit tahun depan yang dipatok Rp 98 triliun atau 1,6% dari produk domestik bruto (PDB) bisa membengkak.
Misalnya, jika harga minyak Indonesia lebih tinggi US$ 1 dari target sebesar US$ 65 per barel, maka ada tambahan defisit hingga Rp 0,1 triliun. Sedang, jika pertumbuhan ekonomi meleset 1% dari patokan sebesar 5,5%, defisit bertambah Rp 4,1 triliun-Rp 4,5 triliun (Lihat tabel).
Sayang, Menkeu mengaku, belum bisa menyebut berapa tambahan anggaran cadangan risiko fiskal yang Pemerintah minta. "Tapi yang jelas, angka yang sekarang ini sangat minimal," ujar dia.
Pemerintah berharap, tambahan bantalan APBN berasal dari upaya penghematan belanja kementerian dan lembaga yang tahun depan total mencapai Rp 699,68 triliun. "Kami berniat melihat kembali asumsi belanja setiap kementerian dan lembaga," kata Menkeu.
Perlu tambahan
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Suharso Monoarfa mengatakan, permintaan tambahan anggaran cadangan risiko fiskal itu sangat wajar. "Akan kami lihat nanti. Mungkin bisa berasal dari penerimaan pajak, penghematan cost recovery, dan penurunan subsidi listrik," ujar dia.
Perhitungan Suharso, cadangan risiko fiskal bisa naik menjadi Rp 8 triliun dengan perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi dari 5% menjadi 5,5% dan harga minyak mentah jadi US$ per barel dari tadinya US$ 60.
Sejatinya, Suharso menambahkan, dua asumsi yang berubah itu angkanya tidak terlampau besar. Dengan catatan, Pemerintah tetap bisa mendorong momentum pertumbuhan ekonomi yang tengah berjalan sekarang ini. "Tapi, memang tetap harus kita perhatikan tingkat inflasi dan harga minyak mentah dunia," kata Suharso.
Rencananya, DPR akan membahas permintaan tambahan cadangan risiko fiskal itu pekan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News