Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. Revitalisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) masih berjalan tertatih-tatih. Menurut sumber KONTAN di Istana Wapres, revitalisasi alutsista masih tersendat-sendat karena pengalihan pembiayaan dari kredit ekspor ke pembiayaan perbankan dalam negeri belum disetujui oleh Kepala Bappenas Paskah Suzetta dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono pun tak menampik hal tersebut. Ia mengakui, pengalihan pembiayaan dari kredit ekspor memang masih memerlukan surat keputusan bersama dari Menkeu, Bappenas dan Mensesneg. Namun menurut Juwono, Wakil Presiden Jusuf Kalla telah memerintahkan menteri-menteri tersebut untuk mengeluarkan surat keputusan itu agar industri pertahanan dalam negeri segera berkibar. "Insya Allah dua minggu lagi selesai suratnya," ujarnya usai menghadiri Diskusi Ketahanan Maritim di Istana Wapres, Rabu (18/6).
Juwono mengakui revitalisasi alutsista memang harus menempuh jalan panjang. Ia menyebutkan butuh waktu sekitar 10 tahun untuk membenahi industri pertahanan dalam negeri. Menurutnya, salah satu kendala utama revitalisasi adalah keterpaduan kerja lintas instansi dan pengelolaan BUMNIS yang masih kurang cekatan. "Kami sudah buat peta jalan ke depan, bapak Wapres sudah menugaskan kepada menteri-menteri terkait termasuk Menperin dan Menristek untuk membantu industri pertahanan," katanya.
Selain itu, kendala lainnya, revitalisasi industri pertahanan dalam negeri juga diselimuti oleh berbagai kepentingan, termasuk diantaranya kepentingan asing. Menurut Juwono, negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Australia tentu tak ingin industri pertahanan Indonesia berkembang. Pasalnya, hal itu akan mengancam kedaulatan mereka.
Asal tahu saja, sejak tahun 1973, pemerintah Indonesia sudah mulai mengadakan alutsista melalui skema impor dan bukan memberdayakan industri pertahanan dalam negeri. Alhasil, Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan alutsista impor.
Kendala revitalisasi alutsista hambat produksi
Adanya berbagai kendala revitalisasi alutsista tersebut menyebabkan lambannya produksi. Salah satu contohnya, produksi panser oleh PT Pindad masih jauh dari harapan. Padahal, Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam kunjungannya ke PT Pindad Bandung beberapa waktu lalu meminta BUMNIS ini membuat panser VAB 4x6 sebanyak 150 unit hingga akhir tahun 2008. Namun, hingga saat ini, target tersebut masih jauh dari pencapaian. Juwono berharap, Pindad mampu memproduksi sekitar 30 unit panser hingga akhir tahun.
Adanya kesulitan Pindad dalam memproduksi panser tersebut lantaran belum tersedianya mesin produksi yang memadai. Padahal, BUMNIS ini telah memaksimalkan kinerja pekerjanya. Selain itu, perusahaan yang berkantor pusat di Bandung ini memiliki kesulitan dalam pasokan bahan baku yang digunakan untuk bahan pelat baja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News