kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Relaksasi PPnBM sedan, pengusaha ingin fokus ke ekspor


Minggu, 18 Februari 2018 / 21:00 WIB
Relaksasi PPnBM sedan, pengusaha ingin fokus ke ekspor
ILUSTRASI. Ekspor Mobil Toyota


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah lewat Kementerian Perindustrian tengah memproses revisi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil sedan. Saat ini, tarif PPnBM untuk mobil sedan sebesar 30% sementara kendaraan penumpang selain sedan dan station wagon dikenakan PPnBM 10% hingga 20%.

Kementerian Keuangan (Kemkeu) pun telah menerima permintaan atas pengajuan revisi tersebut. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya masih akan menimbang-nimbang revisi ini.

“Kalau misal keinginannya adalah mengurangi impor, harusnya cukai (yang dikenakan)," kata Sri Mulyani di kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, akhir pekan lalu.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Sugiarto mengatakan, untuk harmonisasi pajak kendaraan ini, pemerintah harus melakukan secara komprehensif. Adapun pemerintah tidak bisa hanya fokus mengurangi impor, tetapi juga harus memacu ekspor dari industri dalam negeri.

“Kita mau meningkat kan expor kendaraan bermotor, yang sementara hanya bisa model MPV saja. Kami ingin agar jenis sedan/SUV/pick-up juga bisa di produksi di Indonesia sehingga nanti nya bisa diekspor,” katanya kepada KONTAN, Minggu (18/2).

Ia melanjutkan, untuk bisa diproduksi di Indonesia maka pasarnya harus besar. Pasar bisa besar apabila harganya terjangkau, “Maka dari itu kami usulkan untuk melakukan harmonisasi tarif PPnBM,” ujarnya.

Jongkie bilang, saat ini sudah ada kajian dari LPEM UI mengenai hal-hal tersebut. Ia menyebutkan, kajian LPEM UI itu mencakup beberapa subjek.

Pertama, carbon tax atau cukai emisi kendaraan. Kedua, soal insentif bagi Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2/low cost green car). Ketiga, terkait low carbon emission vehicle (LCEV) dan mobil listrIk. Keempat penyamaan PPnBM atas bentuk kendaraan.

“Harmonisasi tarif ini ada tarif yang diturunkan dan ada yang dinaikkan, sehingga pada akhirnya pemerintah akan memperoleh pemasukan lebih banyak. Lebih dari 10%,” kata dia.

“PPnBM namanya bisa dirubah menjadi cukai atau excise tax atau apa saja, yang penting tarif-tarifnya harus diharmonisasi,” lanjutnya.

Menurut Jongkie, PPnBM sedan yang saat ini memberatkan industri otomotif penetrasi pasar, khususnya ke ranah ekspor. Dalam catatannya, kapasitas produksi industri otomotif di Indonesia sebesar 2,2 juta unit, tapi yang bisa diekspor hanya 200.000 unit.

Sementara, Thailand bisa mengekspor 1,2-1,5 juta unit per tahun, padahal produksinya tidak lebih banyak dari Indonesia.

Kata Jongkie, selama ini penjualan kendaraan bermotor di Indonesia, utamanya mobil hanya berpusat pada tipe MPV. Hal ini berdampak pada produksi mobil yang banyak dibuat adalah model tersebut. 

Padahal, konsumen global yang lebih menyukai tipe sedan dibandingkan MPV. Ini pun berakibat pada ekspor kendaraan Indonesia yang tidak maksimal.

Sri Mulyani mengatakan, meski belum merestui sepenuhnya, pihaknya masih akan tetap melanjutkan kajian mengenai relaksasi PPnBM sedan ini. Tim tarif di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) akan menimbang serta memperhitungkan perubahan komponen ini.

“Kami bahas dengan tim tarif dengan melihat bagaimana perubahan komponen itu akan kami berlakukan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×