Reporter: Tedy Gumilar | Editor: Edy Can
JAKARTA. Real Estate Indonesia (REI) mengusulkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar. Revisi agar pengembang tak dirugikan karena ketentuan penyitaan tanah terlantar tersebut.
“Kami usul ada penambahan pasal baru, bahwa ketentuan penyitaan sebagai tanah telantar tidak diberlakukan kepada pengembang yang sudah punya perencanaan yang jelas atas tanah yang dikuasainya,” demikian kata Ketua Umum DPP REI Teguh Satria, Jumat (23/7).
Teguh mengatakan penambahan pasal baru ini akan memberi kepastian kepada pengembang dalam menjalankan rencana perusahaannya. Dia mengaku, sudah menyampaikan usulan revisi ini kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto 13 Juli lalu.
Dalam pertemuan tersebut, REI sudah memaparkan persoalan yang dihadapi pengembang terkait pembangunan atas lahan yang mereka kuasai. “Kami tidak bisa bangun sekaligus tapi secara bertahap. Lagipula proses pembebasan lahan itu makan waktu lama,” katanya.
Dalam pertemuan itu Joyo, Teguh mengatakan aturan itu tidak berlaku untuk pengembang properti. Tapi masalahnya pengembang membutuhkan kepastian melalui keputusan hitam di atas putih. “Kalau cuma omongan, kepala pertanahan wilayah belum tentu sepaham,” tukasnya.
Lantaran tak menemui jalan keluar, REI lantas mengusulkan agar penjelasan dikeluarkannya properti dari PP tersebut dibuat dalam petunjuk pelaksana berbentuk surat keputusan Kepala BPN. Namun hingga saat ini, permintaan itu tak juga direspon. “Kami sekarang minta bantuan ke Komisi V DPR supaya permintaan kami ini ditanggapi,” katanya.
Menanggapi permintaan pengusaha ini, Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said menyatakan, pihaknya siap membantu pengusaha melakukan tekanan secara politis kepada pemerintah. “Konsen kami di Komisi V DPR adalah soal backlog perumahan yang saat ini sudah 8 juta. Kalau PP ini menghambat penyediaan perumahan bagi masyarakat, tentu kami akan bantu,” tukasnya.
Untuk itu, DPR dan REI sepakat akan menggelar rapat konsultasi pada masa sidang kelima DPR untuk mendengar masukan pengusaha secara resmi. Setelah itu barulah DPR akan melakukan rapat dengan pemerintah. “Kami akan coba agar minimal dalam kesimpulan rapat dengan pemerintah nanti, pengembang yang sudah memiliki perencanaan dikeluarkan dari ketentuan penyitaan PP ini,” kata Muhidin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News