Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Program desa bebas api (Fire Free Village Program/FFVP) sebagai upaya preventif pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa menjadi program unggulan dalam membangun kelembagaan crisis center di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Tony Wenas mendukung upaya pemerintah membangun crisis centre penanganan karhutla. Kegiatan yang dimotori Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) itu menunjuk beberapa korporasi sepertin PT RAPP, PT Asian Agri dan PT Triputra sebagai pilot project.
Menteri Koordinator bidang ekonomi Darmin Nasution mengharapkan, pembentukan crisis center dapat selesai dalam waktu dekat. Targetnya, kelembagaan tersebut harus mampu mampu menyentuh akar persoalan yakni masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Karena itu, kata Darmin, crisis center itu harus fokus di 731 desa yang berada di 7 provinsi rawan kebakaran yang desanya berdekatan dengan konsesi perusahaan.
Tony Wenas menambahkan, FFVP telah teruji dan mampu mengurangi luasan areal kebakaran secara signifikan di sekitar kawasan konsesi RAPP. Program ini terus kami kembangkan dan kini telah memasuki tahun ketiga dengan mengusung 20 desa peserta.
”APRIL group sebagai induk perusahaan PT RAPP sangat mengapresiasi pendekatan pemerintah untuk membentuk crisis center. Kami juga bangga karena secara tidak langsung program FFVP yang kami gagas mendapat pengakuan pemerintah,” kata Tony Wenas yang juga selaku Managing Directur APRIL.
Tony Wenas mengatakan, FFVP mempunyai beberapa keunggulan seperti perencanaan partisipatif yang melibatkan masyarakat, membangun budaya sadar bencana serta mampu membangun perekonomian desa-desa yang mempunyai komitmen tinggi menjaga wilayahnya dari kebakaran.“Persoalan kebakaran harus fokus pada pencegahan karena akar persoalan karhutla adalah masalah sosial dan tenurial,” kata Tony Wenas.
Menurut Tony Wenas, FFVP yang dikembangkan pihaknya mempunyai lima pendekatan. Pertama, memberikan insentif bagi desa-desa yang tidak terbakar. “Kami menyiapkan dana bantuan sebesar Rp 100 juta bagi desa mampu menjaga wilayahnya dari kebakaran. Dana itu bisa dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur di desa,” kata Tony Wenas.
Kedua, RAPP siap memberikan solusi jika masyarakat ingin membuka lahan tanpa membakar. “Kami membantu masyarakat dengan menyiapkan alat berat untuk membuka lahan.
Ketiga, RAPP secara terus menerus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya membuka lahan dengan cara membakar. “Untuk itu, kami merekrut dan melatih masyarakat dari setiap desa untuk menjadi crew leader. Mereka menjadi motor penggerak dalam penanggulangan kebakaran. “
Keempat, memasang alat pemantau kualitas udara. informasi real time pada alat ini bisa dilihat sehingga masyarakat bisa cepat bertindak jika kondisinya darurat.
Kelima, sosialisasi dalam mempersiapkan desa-desa tersebut menjadi desa bebas api.
Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik Badan Informasi Geospasial (BIG) Nurwadjedi mengatakan, upaya terpenting dalam penanggulangan karhutla adalah memetakan desa-desa di sekitar kawasan hutan karena akar masalahnya adalah persoalan sosial.
“Hasil pemantauan kami menunjukkan, sekitar 90 persen kebakaran dilakukan masyarakat. Karena itu, crisis center harus mempunyai program pencegahan kebakaran di tingkat desa yang mampu membantu penyelesaian persoalan sosial dan ekonomi yang terjadi ditengah masyarakat,” kata Nurwadjedi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News