kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,85   -1,79   -0.20%
  • EMAS1.396.000 0,07%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Rapor perdagangan terbakar


Rabu, 12 Desember 2012 / 14:14 WIB
Rapor perdagangan terbakar
ILUSTRASI. Bunga Deposito


Reporter: SS. Kurniawan, Herry Prasetyo | Editor: Imanuel Alexander

JAKARTA. Sempat menghijau selama tiga bulan berturut-turut sepanjang Juli hingga September 2012, rapor neraca perdagangan bulanan Indonesia kembali memerah Oktober lalu. Tak tanggung-tanggung, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat: neraca dagang kita mencetak defisit US$ 1,54 miliar.

Lagi-lagi, rekor baru pecah. Sebab, angka ini merupakan defisit neraca dagang bulanan terbesar sepanjang sejarah republik ini. Defisit neraca perdagangan paling gede sebelumnya tercetak di Juni 2012 yang mencapai US$ 1,32 miliar.

Saking lebarnya jurang defisit pada Oktober lalu, neraca perdagangan negara kita tahun berjalan 2012 ikutan defisit untuk pertama kalinya. Data BPS menunjukkan, selama Januari–Oktober 2012, neraca dagang mengalami defisit US$ 516 juta. Ini buntut dari nilai impor kita yang melonjak 9,35% menjadi US$ 159,18 miliar ketimbang periode yang sama di 2011 yang hanya US$ 145,56 miliar. Sebaliknya, nilai ekspor turun cukup dalam sebesar 6,22% menjadi US$ 158,66 miliar saja.

Penyebab lonjakan impor pada Oktober lalu adalah pembelian delapan pesawat oleh maskapai nasional, seperti Lion Air, Garuda Indonesia, dan Sriwijaya Air. Alhasil, nilai impor golongan barang kapal terbang dan bagiannya melejit 152,63% dari bulan sebelumnya menjadi US$ 418,6 juta.

Yang juga berkontribusi atas kenaikan impor di Oktober lalu adalah pembelian premium yang di atas rata-rata pembelian bulanan. Biasanya, premium impor hanya memasok 60% dari total kebutuhan dalam negeri, sisanya yang 40% dari produksi dalam negeri. Nah, dua bulan lalu komposisinya menjadi 70:30. Sebab, “Kilang-kilang kami dalam masa perawatan dan itu memang biasa kami lakukan setiap Oktober,” kata Suhartoko, Senior Vice President Fuel Marketing & Distribution PT Pertamina.

Tapi, lonjakan impor bahan bakar minyak (BBM) tampaknya harus diwaspadai. Dalam 10 bulan pertama tahun ini, impor hasil minyak sudah mencapai US$ 23,33 miliar atau 14,66% dari total impor. Angka tersebut sudah pasti akan melonjak karena pemerintah menambah kuota BBM bersubsidi sebanyak 1,23 juta kiloliter.


Impor bahan baku naik


Cuma, kabar baiknya adalah impor bahan baku dan barang modal pada Oktober lalu meningkat 22% ketimbang September. Artinya, industri lokal tengah berproduksi. Sementara impor barang konsumsi tak banyak tumbuh, dengan angka impor mendekati 0%.

Menurut Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan, impor bahan baku yang mencapai 72,9% dari total impor selama Januari–Oktober  2012 juga sangat dibutuhkan untuk pembangunan pabrik. Kelak, pabrik itu juga bisa memproduksi produk-produk ekspor. Dan, “Itu lebih bernilai tambah ketimbang ekspor batubara atau minyak kelapa sawit mentah,” ujarnya.

Namun, Gita pesimistis, neraca perdagangan kita hingga akhir tahun nanti bisa surplus seperti tahun-tahun sebelumnya. “Ya, kalau kita bisa nol, tidak defisit, tidak surplus sudah bagus,” imbuh Gita.

Kalau sudah begini, negara kita sudah tidak bisa lagi terlalu mengandalkan ekspor untuk menyokong pertumbuhan ekonomi. Harapannya, lagi-lagi jatuh ke konsumsi masyarakat dan investasi yang tahun ini mulai menggeser peran ekspor. Jadi,  kesimpulannya, kualitas pertumbuhan ekonomi kita tidak bagus-bagus amat.

***Sumber : KONTAN MINGGUAN 11 - XVII, 2012 Laporan Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×