kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.144   56,00   0,35%
  • IDX 7.081   97,33   1,39%
  • KOMPAS100 1.057   16,61   1,60%
  • LQ45 831   13,59   1,66%
  • ISSI 214   2,10   0,99%
  • IDX30 423   7,32   1,76%
  • IDXHIDIV20 510   8,15   1,62%
  • IDX80 120   1,80   1,52%
  • IDXV30 125   0,63   0,51%
  • IDXQ30 141   2,15   1,55%

Bersamaan vaksin Covid-19 , data kependudukan harus dibenahi


Sabtu, 04 September 2021 / 12:40 WIB
Bersamaan vaksin Covid-19 , data kependudukan harus dibenahi
ILUSTRASI. Program vaksin Covid-19 perlu diimbangi dengan perbaikan data kependudukan


Reporter: Adi Wikanto | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Program vaksin Covid-19 yang dilakukan pemerintah menjadi kesempatan untuk memperbaiki data kependudukan. Terutama data kependudukan di kalangan disabilitas, masyarakat adat, dan kelompok rentan yang selama ini bermasalah dan menyebabkan mereka kesulitan mendapatkan layanan kependudukan, termasuk vaksin Covid-19.

Ketimpangan data kependudukan terlihat jelas saat program vaksin Covid-19 diberikan. Banyak masyarakat yang berada di lokasi terpencil, minim akses informasi, atau menyandang disabilitas kesulitan mendapatkan suntikan vaksin Covid-19.

Seperti diketahui, salah satu syarat vaksin Covid-19 adalah membawa kartu tanda penduduk (KTP) elektronik. Jika tidak ada KTP elektronik, suntik vaksin Covid-19 harus didampingi petugas Dukcapil.

Hamid Abidin, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia mengungkapkan tantangan vaksinasi terutama adalah minimnya ketersediaan data yang terbarui dan terverifikasi. Program vaksinasi ini membuka mata kita mengenai betapa lemahnya ketersediaan data kependudukan  kelompok disabilitas, masyarakat adat, warga di pedalaman, dan berbagai kelompok rentan lain. “Karena itu, kami menyerukan agar pemerintah menggunakan program vaksinasi Covid-19 sebagai momentum untuk secara serius membenahi data kependudukan,” kata Hamid Abidin.

Dalam diskusi Philanthropy Learning Forum: “Tantangan Akselerasi Vaksinasi Kelompok Rentan”, yang digelar secara daring pada Selasa (31/8/2021), Hamid mengemukakan kesulitan mendapatkan data saat menggelar vaksinasi bagi masyarakat adat dan kelompok rentan.

Untuk masyarakat adat, saat ini belum ada data resmi yang menyebut berapa jumlah mereka. Saat ini, belum ada terminologi yang disepakati bersama siapa yang disebut masyarakat adat. Aturan tentang masyarakat adat, hingga kini masih dalam bentuk rancangan undang-undang. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan jumlahnya kisaran 40-70 juta jiwa.

Data penyandang disabilitas yang ada di berbagai lembaga pemerintah juga bisa berbeda-beda dan entah data mana yang lebih akurat. Jika merujuk pada Sistem Informasi Manajemen Penyandang Disabilitas (SIMPD) Kementerian Sosial, jumlah penyandang disabilitas yang terekam per 13 Januari 2021 mencapai 209.604 orang.  

Namun, di sisi lain, Kementerian Kesehatan menargetkan jumlah penyandang disabilitas yang akan menerima vaksin Covid-19 hingga akhir tahun ini mencapai 564 ribu orang.  Terdapat perbedaan yang cukup jauh, selisih 354.396,  antara data disabilitas menurut Kementerian Sosial dan data target disabilitas penerima vaksin menurut Kementerian Kesehatan.

Keterbatasan dan kerancuan data ini menyulitkan koalisi masyarakat sipil yang mendorong penyelenggaraan vaksinasi bagi masyarakat rentan. Data yang dipasok Dinas Sosial di daerah, menurut Buyung Ridwan Tanjung, salah satu pendiri Organisasi Harapan Nusantara (OHANA), sering kali tidak valid. 

Contoh pembaruan data dari komunitas terjadi saat program vaksin Covid-19 digelar di Bantul, Yogyakarta, pertengahan Agustus 2021. Ketika itu, OHANA mencatat keberadaan 119 penyandang disabilitas berdasar data yang dikumpulkan komunitas.

Sedangkan data versi Dinas Sosial menunjukkan jumlah disabilitas di Bantul adalah lebih dari 300 orang. Pada kenyataannya, saat vaksinasi dilaksanakan, penyandang disabilitas  yang benar-benar datang menjalani vaksinasi adalah mereka yang sesuai dengan data yang dihimpun komunitas.

Kasus serupa terjadi di Jember, Jawa Timur. Data dari pemerintah berbeda dari kenyataan di lapangan. “Walhasil, yang dipakai adalah data yang dikumpulkan oleh komunitas,” kata Hamid.

Pada Agustus ini, 15 penyandang disabilitas tanpa NIK di sebuah panti ODGJ di Tasikmalaya, Jawa Barat, awalnya tak mendapat vaksin saat kepolisian dan dinas sosial setempat menggelar vaksinasi. Namun setelah ada jaminan dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), baru petugas mau menyuntik mereka dengan vaksin Covid-19.

Persoalan data yang tak memadai juga menimpa kelompok rentan di perkotaan. Menurut Timotheus Lesmana, Ketua Sentra Vaksinasi Serviam dan Wakil Ketua Dewan Penasihat Filantropi Indonesia (PFI), para pemulung--sebagai bagian dari kelompok rentan--belum terdata karena tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Walau surat edaran dari Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/III/15242/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 bagi Masyarakat Rentan dan Masyarakat yang Belum Memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) berlaku, namun urusan di lapangan tidak serta-merta beres.

Ketika Timotheus dan tim Serviam keliling untuk menggelar vaksinasi di kalangan pemulung, banyak dari mereka yang tak punya NIK. “Tapi, saat vaksinasi dilaksanakan, petugas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tidak ada yang hadir untuk mencatat warga tanpa NIK yang datang,” kata Timotheus Lesmana. 

Tanpa kehadiran petugas Dinas Dukcapil, maka tak ada kepastian kelompok rentan yang datang untuk vaksinasi benar-benar bisa mendapatkan NIK. “Kami ingin data yang terkumpul itu dipantau. Kelompok rentan harus dipastikan mendapat NIK sebagai hak warga negara,” kata Timotheus. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×