kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Presiden Jokowi keluhkan kinerja ekspor dan investasi yang melemah


Senin, 08 Juli 2019 / 19:36 WIB
Presiden Jokowi keluhkan kinerja ekspor dan investasi yang melemah


Reporter: Abdul Basith | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - BOGOR. Presiden Joko Widodo kembali mengeluhkan perihal ekspor dan investasi Indonesia yang melemah. Hal itu ia ungkapkan saat memberikan pengantar membuka sidang kabinet paripurna di Istana Bogor, Senin (8/7).

Kejadian tersebut bukan pertama kali diungkapkan oleh Jokowi kepada jajaran pembantunya di Kabinet Kerja. Sebelumnya marah Jokowi juga sempat menggegerkan rapat kerja nasional (Rakerna) Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) pada bulan Maret 2019 lalu.

Jokowi saat itu menyayangkan realisasi investasi Indonesia yang minim. Padahal Indonesia merupakan salah satu negara di urutan atas sebagai negara tujuan investasi. "Kok kita ga selesaikan, bodoh banget kita kalau begini," ujar Jokowi saat itu.

Saat itu Jokowi menyayangkan kinerja sejumlah kementerian yang belum dapat memperbaiki persoalan investasi. Tidak hanya sampai di situ, teguran Jokowi juga kembali diutarakan saat membuka Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Musrembangnas) 2019 Mei lalu.

Pada saat itu, di depan kepala daerah, Jokowi menyebut masih belum sinkronnya kebijakan pemerintah pusat dengan daerah. Hal itu kembali menyebabkan terhambatnya investasi.

Dalam sejumlah rapat terbatas di kantor presiden pun masalah investasi dan ekspor kerap menjadi isu rapat. Tidak mampu merubah banyak, Jokowi pun masih tetap kecewa hingga menjelang akhir kabinetnya.

Saat membuka sidang kabinet paripurna, Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia mengalami defisit neraca dagang sebesar US$ 2,14 miliar pada periode Januari hingga Mei 2019. Ekspor Indonesia dari Januari hingga Mei 2019 sebesar US$ 68,46 miliar. Sementara nilai impor Indonesia pada periode tersebut sebesar US$ 70,6 miliar.

Berdasarkan angka tersebut, nilai ekspor Indonesia turun sebesar 8,61% secara year on year (yoy). Oleh karena itu, Jokowi kembali melakukan teguran terkait belum selesainya masalah investasi dan ekspor.

"Berkali-kali sudah saya sampaikan, yang berkaitan dengan ekspor, Sudah beberapa puluh kali saya sampaikan, investasi yang berkaitan dengan ekspor, yang berkaitan dengan barang substitusi impor, tutup mata, berikan izin secepatnya," terang Jokowi saat membuka sidang kabinet.

Biang keladi masih terhambatnya pertumbuhan investasi dan ekspor sudah diketahui. Namun, Jokowi bilang perbaikan belum juga dilakukan dengan baik. Dua faktor yang menjadi masalah utama terhambatnya investasi dan ekspor. Faktor pertama adalah masalah instansi yang ada di Indonesia.

"Institusi artinya birokrasi pemerintahan masih dianggap belum cukup handal untuk bisa memudahkan investasi maupun melancarkan di sektor perdagangan," jelas Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro usai sidang kabinet paripurna.

Sementara untuk sektor regulasi masih banyak regulasi yang menghambat. Bambang menceritakan untuk investasi berdasarkan ease of doing business (EODB), di Indonesia memerlukan waktu rata-rata 19 hari.

Sementara untuk perdagangan butuh waktu yang panjang dalam mengurus kepabeanan dan dokumen. Lama waktu mengurus perdagangan bisa sampai 4,5 hari.

Waktu tersebut jauh lebih lama dibandingkan negara lain di Asia Tenggara yang sekaligus merupakan saingan Indonesia yaitu Singapura, Vietnam, dan Thailand. Waktu pengurusan kepabeanan di Singapura hanya setengah hari, sementara Vietnam dan Thailand rata-rata selama 2 hari.

Biaya memulai investasi di Indonesia pun dinilai lebih besar dibandingkan di negara lain. Hal itu yang membuat investor lebih melirik negara lain ketimbang merealisasikan investasi di Indonesia. "Biaya untuk memulai investasi di Indonesia pun lebih tinggi dibandingkan biaya memulai investasi di negara tetangga," ungkap Bambang.

Penataan kembali instansi dan regulasi menjadi kunci peningkatan investasi dan ekspor. Bambang menegaskan hal itu penting dilakukan mengingat terus berulang.

Perbaikan regulasi terbukti efektif saat Jokowi melakukan deregulasi. Namun, langkah itu terhenti akibat gugatan yang dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan aturan otonomi daerah.

Sebelumnya telah ada sekitar 3.300 peraturan yang dicabut mulai dari Peraturan Mendagri hingga peraturan daerah. Asal tahu saja total peraturan yang ada dari peraturan pemerintah pusat hingga pemerintah Kabupaten dan Kota tercatat sebanyak 43.866.

Perbaikan instansi dan regulasi juga ditekankan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Sri bilang selama ini kerap mengeluarkan insentif untuk memancing investasi dan ekspor. "Kalau mengenai insentif, tadi yang disampaikan lebih kepada bagaimana kita memberikan kemudahan, proses seperti mendapatkan tanah dan lainnya," katanya.

Dari sisi keuangan, Sri mengungkapkan telah memberikan insentif berupa insentif fiskal dan lainnya. Namun, efektifitas dari insentif yang baru berjalan itu masih perlu dilihat ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×