CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Presiden harus selamatkan institusi Polri


Minggu, 07 Oktober 2012 / 15:30 WIB
Presiden harus selamatkan institusi Polri
ILUSTRASI. Jadwal sepak bola Olimpiade Tokyo 2020 Meksiko vs Jepang: Samurai Biru bawa kejutan


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus segera turun tangan untuk menyelamatkan institusi kepolisian dari tindakan unsur pimpinan Polri. Permasalahan antara Polri dan KPK akan melunturkan kepercayaan publik terhadap institusi Polri.

"Permasalahannya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggerus kepercayaan publik," kata Hikmahanto, di Jakarta, Minggu (7/10).

Hikmahanto mengungkapkan, setelah Kepolisian Daerah Bengkulu berencana membawa penyidik KPK asal Polri, Novel Baswedan, Jumat (5/10) malam lalu, pers secara aktif membuktikan kebenaran sangkaan yang dikenakan kepada Novel. Seperti diketahui, Novel disangka melakukan penganiayaan sehingga menyebabkan seorang tahanan meninggal dunia pada 2004, saat ia menjabat Kasat Reserse Polda Bengkulu.

"Polda Bengkulu saat ini belum menyampaikan siapa pelapor Novel yang menjadi alasan untuk mereka bergerak. Di saat bersamaan, pers sudah melakukan investigasi lapangan atas keluarga korban di Bengkulu. Sejauh ini belum ada yang mengaku sebagai pelapor," kata Hikmahanto.

Polda Bengkulu telah menyampaikan kepada publik foto peluru yang mengenai korban. Akan tetapi, tidak ada foto yang memperlihatkan Komisaris Novel Baswedan melakukan penembakan.

"Foto atas korban yang terkena peluru yang disampaikan oleh Polda tidak menjawab dan menjadi bukti bahwa Kompol Novel yang melakukan penembakan," ujarnya.

"Saat ini Polri belum menjawab secara tuntas sejumlah pertanyaan masyarakat. Semisal, mengapa waktu proses hukum atas Kompol Novel baru dilakukan sekarang, delapan tahun setelah kejadian, dan bertepatan dengan proses hukum Jenderal DS (Djoko Susilo)," kata Hikmahanto.

Selain itu, Polri juga harus menjawab mengapa merekomendasikan Novel sebagai penyidik KPK jika mengetahui yang bersangkutan terlibat tindak kriminal. Bahkan, Novel telah beberapa kali mengalami kenaikan pangkat.

"Semua pertanyaan ini belum terjawab dengan baik oleh pihak-pihak yang berwenang di Polri. Bahkan, sejumlah jawaban justru menimbulkan pertanyaan baru dengan sejumlah kecurigaan," ujarnya.

Kecurigaan ini, lanjut Hikmahanto, akan berdampak negatif bagi kepercayaan publik atas institusi Polri. "Dalam kasus Cicak Buaya, Presiden akhirnya turun tangan ketika kepercayaan publik terhadap Polri menurun. Presiden membentuk Tim 8 untuk melakukan verifikasi atas berbagai kecurigaan terhadap Polri saat itu," kata dia.

Ia menekankan, campur tangan yang dilakukan Presiden saat itu tidak mengintervensi, tetapi menyelamatkan institusi Kepolisian. "Saat ini kalaupun ada campur tangan Presiden maka campur tangan tersebut dalam rangka menyelematkan institusi kepolisian," ujar Hikmahanto.
   
"Jangan sampai Presiden tidak dapat mengendalikan situasi dan harus membentuk tim verifikasi kembali seperti kasus Cicak Buaya. Kearifan Presiden saat ini benar-benar dibutuhkan," katanya. (Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×