Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka punya program meningkatkan penerimaan negara lewat pendirian Badan Penerimaan Negara (BPN).
Adapun pembentukan BPN disebut mampu mengerek rasio perpajakan atau tax ratio Indonesia hingga 23%.
Menteri Keuangan Indonesia periode 2014-2016 Bambang Brodjonegoro menyebutkan, pendirian BPN nantinya harus fokus pada tax collection atau pungutan pajak. Institusi tersebut wajib memiliki target untuk menaikkan tax ratio.
Sementara, tax policy atau kebijakan pajak tetap di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Menteri Keuangan itu sendiri menjadi dewan pengarah atau pengawas BPN.
Bambang menambahkan, urgensi pembentukan BPN tersebut berkaitan dengan tax ratio Indonesia yang stagnan dan ketergantungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) pada penerimaan pajak.
"Pasti butuh waktu untuk pembentukan badan tapi orientasinya untuk jangka menengah dan panjang," kata Bambang kepada Kontan, Kamis (4/4) petang.
Baca Juga: Soal Rencana Pembentukan Badan Penerimaan Negara, Ekonom Soroti Hal Ini
Ia menyampaikan, idealnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia (DJBC), serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam (SDA) berada dalam satu atap BPN dengan dilengkapi kewenangan penegakan hukum terkait penerimaan negara.
"(Fokusnya) pada revenue collection ditambah fungsi pengamanan ekonomi yang saat ini dilakukan DJBC," ujarnya.
Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa pembentukan BPN di Indonesia sangat wajar apabila institusi tersebut berstatus Badan atau Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang lebih tinggi dari unit eselon 1, sehingga memiliki fleksibilitas dalam berorganisasi.
"Pemisahan institusi penerimaan negara dengan Kementerian Keuangan sudah dilakukan beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Australia," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News