kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Polemik harga gas industri sektor tertentu harus segera dicari solusinya


Rabu, 04 Maret 2020 / 15:01 WIB
Polemik harga gas industri sektor tertentu harus segera dicari solusinya
ILUSTRASI. Kebijakan harga gas industri sektor tertentu harus menjamin investasi hulu hilir Migas./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/03/2017.


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VI DPR RI Lamhot Sinaga meminta pemerintah dan pelaku industri sesuai Perpres 40/2016 mencari solusi bersama terkait polemik harga gas industri sektor tertentu.

Menurutnya, ketentuan yang tertuang dalam Perpres No. 40 Tahun 2016 mengenai penetapan harga bumi memiliki tujuan baik, yaitu agar sektor industri tertentu tersebut, yang kinerja dan kontribusinya terus menurun terhadap perekonomian nasional, dapat berdaya saing dan tumbuh lebih kuat.

Baca Juga: Gandeng perusahaan Jepang, Wahana Duta Jaya Rucika luncurkan produk baru

Namun Lamhot menegaskan kebijakan itu harus menjaga pengelolaan korporasi baik BUMN, swasta, industri dan rencana pengembangan infrastruktur yang jadi target pemerintah dapat berjalan dengan baik.

Kebijakan ini jangan sampai mematikan pengembangan pemanfaatan energi gas bumi dan mengurangi daya tarik investasi, baik di sektor hulu maupun hilir migas. Ini penting mengingat pembangunan infrastruktur hilir gas bumi dan eksplorasi lapangan baru migas memiliki posisi yang sangat strategis untuk mewujudkan kemandirian energi nasional. 

"Tidak akan sehat jika tujuh sektor industrinya tumbuh tapi badan usaha pengelola migas menjadi terkendala sustainability usahanya sehingga energi hanya dinikmati segelintir pihak karena infrastruktur tidak terbangun optimal dan merata menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Termasuk dengan investasi hulu yang terganggu karena harga migas tidak masuk keekonomian bisnis. Itu malah berbahaya," jelas Lamhot dalam keterangannya, Senin (2/3).

Lebih jauh Lamhot menjelaskan, ketergantungan Indonesia dari energi impor harus disikapi dengan kebijakan strategis. Dengan cadangan gas bumi yang jauh lebih besar daripada minyak bumi, sudah seharusnya Indonesia memprioritaskan pembangunan infrastruktur gas.

Baca Juga: Tahun ini, Arwana Citramulia (ARNA) mulai tambah kapasitas pabrik hingga distribusi

Apalagi sampai hari ini di industri hilir gas, jaringan infrastruktur gas belum tersambung secara merata di banyak wilayah di Indonesia.Ia kemudian mencontohkan jaringan pipa di Sumatera, Jawa Bagian Tengah dan beberapa lokasi di Kalimantan serta Sulawesi yang belum tersambung gas. 

Menurutnya, dengan iklim investasi di hulu yang menarik dan ada jaminan pengembalian investasi di hilir gas bumi akan memberikan kepastian pengembangan infrastruktur gas, maka diharapkan akan semakin banyak pelaku industri di berbagai wilayah yang dapat menikmati gas bumi.

"Jangan sampai gas bumi hanya dinikmati pelaku industri tertentu saja di daerah tertentu. Apalagi beberapa sektor industri strategis sebenarnya sudah menikmati harga gas US$ 6 sesuai Perpres 40 tahun 2016 itu. Jangan juga kebijakan pemerintah justru merugikan dan mematikan BUMN. Harga gas US$ 6/MMBTU sebaiknya lebih diutamakan ke industri atau BUMN yang menggunakan gas sebagai bahan baku (raw material) seperti industri pupuk dan BUMN yang sedang tak sehat seperti Krakatau Steel," ujar Lamhot.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×