kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,10   12,79   1.41%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PLN meminta insentif harga biodiesel


Sabtu, 09 November 2013 / 06:49 WIB
PLN meminta insentif harga biodiesel
ILUSTRASI. Pabrik pengolahan kelapa sawit PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG)


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. PT Pembangkit Listrik Negara (PLN) meminta penerapan insentif harga biodiesel. PLN minta insentif harga karena khawatir harga biodiesel akan naik di kemudian hari sehingga lebih mahal dibandingkan dengan solar.


Permintaan itu diungkapkan Direktur Utama PLN Nur Pamudji dalam Sidang Anggota ke-11 Dewan Energi Nasional (DEN) di Kantor Kementerian Pertanian, Jumat (8/11). Menurutnya PLN siap menampung produk biofuel termasuk biodiesel untuk bahan bakar pembangkit listrik. "Harganya sesuai kesepakatan," katanya.


Nur Pamudji bilang, saat ini selain memakai bahan bakar batubara, PLN juga memakai bahan bakar minyak (BBM) solar dengan campuran biodiesel berbahan baku minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Agar bisa tetap menyerap biodiesel tersebut, PLN membutuhkan insentif dari pemerintah, jika kemudian ada kenaikan harga CPO di pasar internasional.


Harga biodiesel memang sangat tergantung pada permintaan dan suplai CPO. Harga CPO di Bursa Malaysia menunjukkan, setelah naik hingga US$ 825 per metrik ton (MT) pada awal November 2013, harga CPO turun kembali di harga US$ 789,1 per MT. Sedangkan rata-rata harga CPO sejak pertengahan tahun sampai saat ini di kisaran US$ 744,7 per MT.


Seperti kita tahu, selain Pertamina, PLN menjadi salah satu BUMN yang wajib menambahkan campuran biodiesel di bahan bakar solar. Porsinya hingga 10%. Untuk bisa mencukupi kebutuhan biofuel domestik di masa mendatang, pemerintah janji membuka perizinan lahan baru agar produksi bahan bakar nabati (BBN) meningkat.


Rencana pengembangan produksi BBN itu juga disampaikan dalam sidang DEN, kemarin. Ketua Harian DEN yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan, pengembangan produk biofuel diperlukan agar mengurangi impor BBM, seiring kenaikan kebutuhan BBM industri dan transportasi. Selain kelapa sawit, pemerintah ingin mengembangkan tanaman kelapa, tebu, ubi, kayu, dan sagu.


Namun saat ini dari sejumlah tanaman itu potensi biofuel dari kelapa sawit paling besar, yakni 5,6 juta kiloliter atau setara 30% total ekspor CPO. Sedangkan produk kelapa hanya 450.000 kl atau setara 25% total produksi minyak kelapa mentah (CCO).


Menteri Pertanian Suswono mengatakan, pengembangan tanaman penghasil biofuel terkendala lahan. "Brazil saja dengan penduduk lebih sedikit, lahan untuk kedelai 30 juta ha, Indonesia hanya 600.000 ha. Pembukaan lahan baru sangat penting," ujarnya.


Oleh karena itu, Suswono berharap lahan terlantar di Indonesia yang luasnya mencapai 7,2 juta ha bisa digunakan baik untuk pertanian pangan atau tanaman biofuel. Dari total itu yang potensial sebanyak 4,8 juta ha dan untuk pertanian 600 ha. Salah satu yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman biofuel adalah lahan bekas pertambangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×