kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Piutang PT GWP telah dijual melalui PPAK VI


Kamis, 19 Desember 2019 / 11:55 WIB
Piutang PT GWP telah dijual melalui PPAK VI
ILUSTRASI. Hotel Kuta Paradiso Bali


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

Di sisi lain, papar mereka, terhadap Perjanjian Kredit No. 28 Tahun 1995 yang menjadi dasar pemberian pinjaman dari tujuh bank sindikasi kepada PT GWP tidak terdapat perubahan maupun addendum apapun, dan tidak terdapat pula ada perubahan nilai piutang yang ditagihkan dan disebutkan dalam Surat Peringatan atau Surat Paksa lainnya.

Dalam sidang sebelumnya, Selasa (17/12), saksi Notaris I Gusti Ayu Nilawati mengaku membuatkan akta Jual Beli Saham No. 10, tanggal 14 November 2011, tetapi yang bersangkutan mengakui bahwa dalam akta tersebut sama sekali tidak terdapat nama terdakwa atas nama Harijanto Karijadi, padahal JPU dalam surat dakwaannya adalah tentang memasukkan keterangan palsu dan penggelapan serta pencucian uang sehubungan dengan jual beli saham dalam akta tersebut.

Baca Juga: PT GWP belum lunasi utang karena masih ada sengketa klaim piutang

Petrus dan Berman mengatakan meskipun dalam keterangan lainnya Ayu Nilawati  menyebutkan adanya RUPS yang dilakukan oleh pemegang saham PT GWP,  ternyata akta RUPS yang dibuat di bawah tangan tersebut drafnya dibuat oleh notaris Nilawati sendiri, dan memang terdapat kesalahan di mana dalam notulen rapat disebutkan adanya persetujuan pengalihan 200 lembar saham, padahal sesungguhnya hanya 20 lembar saham yang dialihkan.

Hal itu hingga saat inipun masih tercatat dalam Minuta Akta Nomor 11 tanggal 14 Nopember 2011 yang di buat di hadapan notaris Ayu Nilawati.

“Itu sebabnya menurut kami,  Akta Nomor 11 itupun cacat materiil, apalagi ditemukan banyak kejanggalan di mana diakui oleh notaris Nilawati bahwa salinan akta yang diserahkan ke Depkumham dan kepada PT GWP adalah akta yang di dalamnya tertulis bahwa RUPS dilakukan pada tanggal 18 November 2011, sedangkan yang diserahkan kepada penyidik adalah akta yang tanggal RUPS-nya berubah menjadi tanggal 12 November 2011 serta terdapat tiga coretan sebagai renvoi (perbaikan), sementara dalam bagian akhir akta hanya disebutkan dengan 1 coretan.

“Lalu siapa yang berbohong dalam hal ini?” tanya Petrus dan Berman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×