Reporter: Eka Saputra | Editor: Test Test
JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara (PGN) menyiapkan tiga opsi mekanisme konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG). Pertama, program konversi BBG disalurkan melalui jaringan pipa gas. Bila jaringan ini disuntik pasokan yang diperlukan, seperti proyek percontohan PGN di Jawa Barat dan Jawa Timur, maka alur distribusinya sudah cukup luas.
"Di Jawa Barat itu meliputi Banten, Tangerang, Bekasi, Jakarta, hingga Sukabumi," ujar Direktur Utama PGN, Hendi Prio Santoso, Selasa (31/1).
Pilihan berikutnya, program konversi disalurkan melalui Compressed Natural Gas (CNG) dengan konsep pengembangan mother-daughter station. Jadi, di ujung seluruh wilayah jaringan pipa PGN dibangun satu induk, CNG Plant, yang hasilnya kemudian disalurkan melalui jalur transportasi darat ke daerah yang tidak memiliki jaringan pipa.
Terakhir, menggunakan Liquid Gas for Vehicle (LGV) dengan Liquid Propane Gas (LPG) sebagai bahan bakar. Namun PNG tidak merekomendasikan pilihan ini karena memang porsi LPG yang terbatas sehingga perlu impor.
Menurut data PT Pertamina yang diterima PNG, 40 LVG masih impor. Harga LGV pun lebih mahal, Rp 7.600 per liter atau setara premium. "Opsi ini tidak memberikan penghematan subsidi yang optimal. Yang optimal itu pilihan pertama. Kami dukung pelaksanaannya mulai dari opsi satu dan dua,” imbuhnya.
Tahapannya diawali revitalisasi SPBG yang sudah ada jaringannya saat ini. “Kedua pembangunan SPBG baru di sekitar jaringan pipa yang ada serta pembangunan SPBG baru di luar jangkauan jaringan pipa yang ada," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News