kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

Pesan untuk Jokowi sebelum memilih Kepala BIN


Senin, 23 Februari 2015 / 18:01 WIB
Pesan untuk Jokowi sebelum memilih Kepala BIN
ILUSTRASI. Penyebab Mata Merah Pada Anak yang Perlu Diwaspadai


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Presiden Joko Widodo diingatkan agar tidak salah memilih calon kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, pergantian kepala BIN sebaiknya tidak menjadi kontroversi baru yang melelahkan seperti dalam pencalonan kepala Polri.

"Ini harus menjadi catatan bagi Jokowi dan partai pendukungnya. Dalam pergantian kepala BIN, kalau terus ribut seperti pencalonan kepala Polri, saya tidak tahu pemerintahan ini akan stabil atau tidak," ujar Al Araf saat menjadi narasumber dalam diskusi di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Jakarta, Senin (23/2).

Araf mengatakan, salah satu tantangan bagi Presiden setelah mengalami proses stagnasi dan penolakan keras dalam pergantian Kapolri adalah pengangkatan kepala BIN. Menurut dia, dalam periode awal reformasi, institusi BIN kurang mendapat perhatian, sehingga pengawasan terhadap BIN menjadi lemah.

Salah satu akibat dari lemahnya pengawasan terhadap BIN, menurut Araf, adalah terjadinya peristiwa pembunuhan aktivis HAM Munir yang diduga dilakukan oleh oknum BIN.

Araf mengatakan, hal tersebut terjadi karena otoritas sipil gagal mendorong reformasi intelijen secara lebih komprehensif. Menurut dia, Presiden perlu berhati-hati dalam menentukan calon kepala BIN.

Ia menambahkan, Jokowi harus benar-benar memisahkan persoalan intelijen dengan persoalan kepentingan rezim politik. Jika tidak, maka masalah yang terjadi dalam pencalonan Kapolri akan kembali terulang. 

Dalam pertemuan di Komnas HAM, Direktur Eksekutif Setara Institute Hendardi mengatakan, masyarakat sipil memiliki kekhawatiran bahwa dalam waktu yang tidak diperkirakan, Presiden bisa saja mengangkat kepala BIN, seperti dalam pencalonan Jaksa Agung, dan kepala Polri.

"Maka kami perlu mewanti-wanti terlebih dulu. Diperlukan kepala BIN yang memadai. Jokowi tidak boleh tersandera oleh elite politik. Apalagi, BIN adalah salah satu arah pembangunan bangsa yang cukup vital," kata Hendardi.

Wacana pergantian Kepala BIN sudah bergulir sekitar empat bulan. Jokowi diminta segera menunjuk kepala BIN menggantikan Marciano Norman. (Abba Gabrillin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×