kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan ekonomi 5,3% sulit tercapai jika hanya andalkan konsumsi rumah tangga


Senin, 27 Mei 2019 / 19:43 WIB
Pertumbuhan ekonomi 5,3% sulit tercapai jika hanya andalkan konsumsi rumah tangga


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Ekonomi dan Industri Nasional Republik Indonesia (KEIN) menilai target pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi pada level 5,3% pada 2019 sulit tercapai. Hal itu disebabkan tingginya ketidakpastian perekonomian global. Kemudian di tambah situasi domestik yang belum mendukung, terutama dari sisi kinerja ekspor dan investasi.

Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengatakan, sejak awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mematok pertumbuhan ekonomi tinggi yaitu 7% dengan cara mendorong ekspor dan investasi. Namun dalam kurun lima tahun terakhir, target tersebut tak tercapai lantaran perekonomian semakin bersandar pada konsumsi rumah tangga.

"Kita harus keluar dari jebakan pertumbuhan ekonomi 5%, tapi itu sulit kalau hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga karena pertumbuhan konsumsi rumah tangga sudah sulit untuk didorong lebih tinggi," ujar Arif dalam Media Gathering KEIN, Senin (27/5).

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga, memang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1990-an. Namun, sejak 2001, pertumbuhan konsumsi rumah tangga melandai dan selalu berada di bawah level 6%.

Kuartal I-2019, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat 5,01% yoy. Pertumbuhan tersebut lebih baik daripada kuartal I-2018 yaitu 4,94%, namun melambat daripada pertumbuhan kuartal IV-2018 yaitu 5,08% yoy.

Di sisi lain, mendorong pertumbuhan ekspor dan investasi tidak mudah. Terutama upaya pemerintah mendorong ekspor dan investasi melalui industrialisasi atau sektor manufaktur.

Ketua Kelompok Kerja Industri Pertanian dan Kehutanan KEIN Benny Pasaribu memandang, investasi dan ekspor sejatinya bisa ditingkatkan lebih cepat kalau pemerintah fokus pada sektor-sektor unggulan Indonesia, yaitu yang terkait dengan sumber daya alam dan ekonomi kreatif.

"KEIN menelusuri empat sektor unggulan tersebut adalah sektor agrikultur, maritim, ekonomi kreatif, dan pariwisata. Kalau kita tinggalkan sektor ini, pondasi perekonomian kita tidak akan cukup kuat di masa depan," ujar Benny.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan menambahkan, kinerja ekspor Indonesia tetap lemah lantaran daya saing industri di dalam negeri masih belum cukup tinggi. Khususnya yang berkaitan dengan harga dan kualitas produk, serta produktivitas industri dalam negeri.

"Selama ini kita terbiasa mengekspor komoditas mentah tanpa berusaha meningkatkan nilai tambahnya dan pendalaman industrinya. Kita sudah punya RIPIN (Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional) 2015-2035, tapi selama ini tidak benar-benar dijalankan," ujar Benny.

Di samping itu, Arif mengatakan, pemerintah juga mesti melakukan transformasi pelaku ekonomi untuk mendorong pertumbuhan. Caranya, meningkatkan peran pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mendominasi sekitar 99% kegiatan usaha di Indonesia.

Menurut Arif, upaya mendorong ekspor maupun investasi lebih tinggi tak cukup lagi hanya mengandalkan pelaku usaha level atas (top-20). Untuk memastikan kekuatan perekonomian Indonesia, pemerintah mesti serius menggarap UMKM sebagai basis ekonomi.

"Pasar dalam negeri harus diisi oleh para pelaku UMKM mestinya karena 99% kegiatan usaha di Indonesia adalah UMKM dan sektor ini menyerap sekitar 89% tenaga kerja domestik," kata Arif.

Selain itu, pemerintah juga harus fokus membuka pasar ekspor baru. Negara-negara Afrika, menurut KEIN, menjadi salah satu pasar potensial ekspor Indonesia yang perlu lebih serius digarap untuk mendorong kinerja ekspor.

Contohnya, negara seperti Tanzania, Kenya, Mesir, Afrika Selatan, dan Nigeria selama ini menjadi salah satu negara tujuan ekspor minyak kelapa sawit dan turunannya. Namun, kontribusi terhadap ekspor nasional masih sangat kecil yaitu di bawah 0,5%. Padahal potensi pasar atau jumlah penduduk negara-negara tersebut cukup besar.

"Pada saat ekspor dan konsumsi swasta tidak bisa kita harapkan di tengah pelemahan ekonomi da perdagangan dunia, di sinilah ekonomi politik harus dijalankan yaitu upaya mencari dan menembus pasar-pasar baru di negara lain yang bisa menyerap ekspor kita," ujar anggota KEIN Hendri Saparini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×