Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pengusaha yang beroperasi di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) boleh tersenyum lega. Pasalnya, gugatan mereka untuk membatalkan Surat Keputusan (SK) Direktur Utama PT KBN Persero akhirnya dikabulkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
PTUN membatalkan SK Dirut PT KBN Nomor 048/SKD/DRT.5.3/042013 tentang perubahan keputusan direksi soal tarif perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI) di atas hak penggelola (HPL) dikawasan KBN No. 021/SKD-DRT.7.1/03/2012 soal tarif PPTI dalam 14 Maret 2012.
Dalam SK tersebut ditetapkan untuk memperoleh rekomendasi perpanjangan HGB para pengusaha harus membayar sebesar 40% dikali luas tanah, dikali NJOP. SK tersebut bertentangan dengan keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.122 tahun 2001 tanggal 5 Desember 2001, disebutkan untuk memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) atas bidang tanah hak penggelolaan tanah sebesar 5% kali luas tanah, dikali NJOP.
Terkait SK tersebut, ada 17 pengusaha yang mengajukan keberatan atas SK tersebut dan mendaftarkan gugatan di PTUN Pada 4 November 2013 lalu dengan nomor 173/6/2013/PTUN-Jkt. Beberapa di antaranya adalah pimpinan PT Suryandra Nusa Bhakti, PT Master Wovenindo Label, PT Kris Putrasejati, PT Indokarya Mandiri, PT Mecosuprin Grafia, PT Lancar Buana Karya, PT Chandrabhakti Jasatama, PT Karya Prima Suplindo, dan PT Subendwipa Jaya.
Atas gugatan itu, Ketua Majelis Hakim PTUN I Nyoman Hananta mengatakan mengabulkan seluruh permohonan yang dilayangkan ke-17 pengusaha yang menempati lahan di KBN. Keputusan itu diketok palu oleh majelis pada hari Selasa (25/3).
Menurut Kuasa hukum ke-17 pengusaha, Alfin Suherman, selain membatalkan kenaikan tarif HGB itu, majelis hakim PTUN juga mewajibkan pada Dirut KBN untuk mencabut SK Direksi KBN soal tarif PPTI. "Dirut KBN diwajibkan memproses permohonan ijin atau rekomendasi perpanjangan HGB atas nama para penggugat di antaranya PT. Suryandra Nusa Bhakti, PT.Master Wovenindo Label dan PT.Kris Putrasejati," ujarnya Selasa (26/3).
Majelis juga menggabulkan permohonan para pengusaha soal penundaan pelaksanaan keputusan Direksi PT.KBN tentang tarif PPTI. Pasalnya, berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat 2 PP No.40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), HGB dan Hak Pakai atas Tanah tidak menyebutkan tarif yang ditentukan oleh pemegang hak penggelolaan.
Alfin bilang, majelis hakim menilai SK Direksi PT.KBN soal tarif PPTI telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta No.122 tahun 2001 tanggal 5 Desember 2001. UU tersebut soal tata cara pemberian rekomendasi atas permohonan sesuatu hak di atas bidang tanah penggelolaan, tanah desa dan tanah eks kota praja milik/dikuasai pemerintah DKI Jakarta.
Dalam aturan tersebut ditentukan besarnya uang pemasukan untuk memperpanjang HGB atas bidang tanah hak penggelolaan tanah sebesar 5% kali luas tanah, dikali NJOP. Sedangkan SK Dirut KBN dinilai secara sepihak ditentukan untuk memperoleh rekomendasi perpanjangan HGB para pengusaha sebesar 40% dikali luas tanah, dikali NJOP.
Menurut majelis hakim, pengelola tidak berhak menaikan secara sepihak tarif penggunaan lahan. SK direksi PT KBN seharusnya mendapatkan persetujuan lebih dahulu dari menteri terkait,” kata ketua yang juga menolak eksekspi tergugat.
Atas putusan Alfin mengaku senang. Ia mengapresiasi putusan majelis hakim tersebut dan berharap pihak KBN tidak mengajukan upaya hukum atas putusan tersebut. “Ini putusan yang benar mencerminkan rasa keadilan,” ucapnya.
Ia mengatakan sekarang para kliennya merasa lega karena putusan tersebut pihaknya bisa memperpanjang HGB sesuai biaya yang ditetapkan dalam aturan sebelumnya. Sementara, kuasa hukum dari pihak KBN yang tidak menyebutkan namanya juga enggan menanggapi putusan majelis hakim atas putusan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News