Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dollar Amerika Serikat (AS) berpotensi mengalami penguatan di tahun depan. Namun, hal ini belum serta merta membuat pengusaha beralih dari menggunakan dollar AS dalam kegiatan ekspor dan impor menjadi menggunakan ringgit dan baht, meski sudah ada mekanisme local currency settlement (LCS).
Mekanisme LCS telah dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank Negara Malaysia (BMN) dan BI dengan Bank of Thailand (BoT). Dengan mekanisme ini, transaksi yang dilakukan eksportir dan importir bisa dilakukan langsung dengan ringgit atau baht tanpa harus menukar ke dollar AS terlebih dahulu.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengaku, hingga saat ini pihaknya belum menghitung-hitung jika transaksi ekspor dan impor yang dilakukan pengusaha menggunakan mata uang ringgit atau baht langsung. Pengusaha lanjut dia, belum bisa memastikan yang mana yang lebih menguntungkan.
Sebab, "Tergantung dari harga pasar mata uang negara masing-masing ke dollar AS," kata Ade kepada KONTAN, Senin (27/11).
Penggunaan mata uang lokal, khususnya ringgit dan baht dalam transaksi perdagangan internasional masih sangat sedikit. Walaupun Malaysia dan Thailand termasuk 10 mitra utama perdagangan Indonesia.
BI mencatat, ekspor dan impor nonmigas Indonesia ke Malaysia di tahun 2016 masing-masing sebesar US$ 3,6 miliar dan US$ 1 miliar. Namun sejak tahun 2011-2016, rata-rata penggunaan rupiah pada ekspor hanya 0,2% dan ringgit 0,01%. Sementara rata-rata penggunaan ringgit pada impor hanya 0,5%.
Sementara itu, ekspor dan impor Indonesia ke Thailand di tahun 2016 masing-masing sebesar US$ 2,9 miliar dan 5,9 miliar. Namun sejak tahun 2011-2016, rata-rata penggunaan rupiah pada ekspor hanya 0,3% dan baht 1,3%. Sementara rata-rata penggunaan rupiah pada impor hanya 0,02% dan baht 5,59%.
Namun BI berharap, mekanisme LCS bisa mengurangi biaya transaksi valas terhadap rupiah dengan terjadinya kuotasi harga secara langsung (direct quotation) antara rupiah dengan beberapa mata uang negara mitra sehingga dapat mengembangkan pasar mata uang regional dan memperluas akses pelaku usaha untuk membayar kewajibannya dalam mata uang lokal.
Pada akhirnya, mekanisme itu bisa mengurangi ketergantungan pada mata uang dollar AS. "Sehingga mendukung terjaganya stabilitas nilai tukar," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan resmi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News