Reporter: Noverius Laoli | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah mencabut izin produsen yang mengarahkan peredaran pupuk palsu.
DPR menyayangkan adanya peredaran pupuk NPK melalui program Gerakan Peningkatan Mutu dan Produksi Nasional (Gernas Kakao) palsu yang pengadaannya menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Anggota DPR Komisi IV Firman Subagyo mengatakan, produsen yang mengarahkan pupuk palsu berjenis NPK dapat dicabut izinnya.
"Bisa dicabut izin usaha, karena itu pengadaan dengan APBN, pemalsuan ada unsur pidananya, " ujar ujarnya, Selasa (12/1).
Secara nasional alokasi pupuk bersubsidi tahun 2016 sebesar Rp 30,06 triliun untuk pengadaan dan distribusi pupuk bersubsidi sebanyak 9,55 juta ton.
Adapun tahun 2015, seluruhnya berjumlah 9.550.000 ton.
Jumlah itu terdiri dari pupuk urea sebanyak 4,1 juta ton, SP-36 sebanyak 850 ribu ton, ZA sebanyak 1,050 juta ton, NPK sebanyak 2,550 juta ton dan pupuk organik sebanyak 1 juta ton.
Menurut Firman, dengan temuan pupuk palsu, diharapkan masyarakat melaporkan ke pihak yang berwajib.
Ia meminta Kementerian Pertanian (Kemtan) agar menindak dengan tegas apabila ada pihak Kementan yang terlibat.
"Kita harus mengawal pelaporan sampai tuntas, " jelas dia.
Kemtan akan menurunkan tim untuk mengusut dugaan pupuk NPK Gernas Kakao palsu yang beredar di wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel).
Paling lambat minggu kedua bulan ini tim Inspektorat Jenderal (Irjen) Pertanian, akan turun ke lapangan, kata Irjen Kementan, Justan Riduan Siahaan.
Sebelumnya diberitakan pupuk NPK yang disalurkan pemerintah melalui program Gerakan Peningkatan Mutu dan Produksi Nasional (Gernas Kakao) ke sejumlah petani di Sulawesi Selatan (Sulsel) diduga pupuk palsu dengan kualitas rendah.
Pemerintah pusat diminta menindak tegas produsen.
Di Kabupaten Luwu, Sulsel misalnya, petani yang menerima pupuk bantuan tersebut merasa ragu menggunakannya karena pupuk warna tanah setelah di tes dengan air ternyata tidak larut.
Ini artinya pupuk tersebut palsu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News