kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengawasan ditjen pajak belum optimal


Selasa, 31 Oktober 2017 / 13:10 WIB
Pengawasan ditjen pajak belum optimal


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja pengawasan dan pemeriksaan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak belum maksimal. Hal ini tergambar dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kinerja Ditjen Pajak tahun 2013-2016 dalam pengawasan dan pemeriksaan perpajakan.

Masih belum optimalnya kinerja pengawasan dan pemeriksaan ini menyebabkan realisasi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target. Hasil audit BPK atas kinerja Ditjen Pajak tahun 2013-2016, mengungkapkan banyak permasalahan di internal Kantor Pajak sehingga menyebabkan kurang optimalnya pengumpulan pajak.

Audit BPK terhadap Ditjen Pajak ini memang mengacu pada Undang-Undang No 15/2006 tentang BPK dan UU No 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Audit tersebut menjadi relevan dengan kondisi penerimaan pajak.

Maklum, sejak tahun 2013 hingga 2016, realisasi pencapaian target pajak turun setiap tahun (lihat tabel). Bahkan, tahun lalu saat dimulai program tax amnesty atau pengampunan pajak, pencapaian target pajak pun sangat rendah hanya 81,6% dari target. Persentase tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 81,96%.

Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terhadap seluruh jenjang struktur Ditjen Pajak menemukan 13 masalah di internal kantor pajak yang berpotensi merugikan keuangan negara. Perhitungan KONTAN dengan mengacu pada hasil audit tersebut, total potensi kerugian keuangan negara itu mencapai sekitar Rp 2,1 triliun.

Nilai kerugian tersebut berpeluang meningkat lagi. Sebab BPK belum menerima sebagian data dan dokumen yang diperlukan dalam proses audit kali ini. "Meskipun izin dari Menteri Keuangan telah dikeluarkan, sampai dengan pemeriksaan lapangan berakhir pada tanggal 31 Desember 2016, BPK belum menerima sebagian data dan dokumen yang tercantum dalam surat izin tersebut," begitulah bunyi salah satu isi ringkasan eksekutif Laporan BPK atas hasil audit Ditjen Pajak.

Salah satu sumber kerugian besar adalah dalam pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN). BPK menemukan ada PPN senilai Rp 910,07 miliar yang belum dipungut. Jumlah itu belum termasuk sanksi administrasi bunga senilai Rp 538 miliar dan denda keterlambatan pembayaran senilai sekitar Rp 117,7 miliar.

Atas temuan itu, BPK mengajukan 11 rekomendasi kepada Dirjen Pajak. Salah satunya untuk segera menagih pajak-pajak yang belum dibayar.
 
Siap ditindaklanjuti
 
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama memastikan, Ditjen Pajak menindaklanjuti temuan masalah dan rekomendasi BPK. Hasil tindak lanjut oleh Ditjen Pajak juga akan dilaporkan kembali kepada BPK.

"Sebab memang seperti itu aturannya. Kami juga akan melaporkan yang mana-mana saja yang sudah kami tindak lanjuti, apa saja kendalanya. Nanti kami sampaikan semua," tandas Hestu saat dihubungi KONTAN, Senin (30/10).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×