Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) menegaskan: mundurnya Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Dadang Suwarna tak kaitannya dengan pembatalan bukti permulaan (Bukper) atau tekanan internal antar aparat pajak.
Kepada redaksi kontan.co.id, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyatakan, tak ada pembatalan bukti permulaan. “Bukti permulaan tetap akan dilanjutkan. Seperti penjelasan Pak Dirjen Pajak akhir pekan lalu,” tandas Hestu (30/10). Alhasil, kata dia, tak benar bila dibalik mundurnya Dadang Suwarna terpacu adanya pembatalan bukti permulaan atas100 perusahaan.
Menurutnya, bukti permulaan dilanjutkan dengan dua cara. Pertama, bukti permulaan yang ditingkatkan menjadi penyidikan. Ini dilakukan jika ada indikasi pidana perusahaan atau wajib pajak yang terbukti sebagai penerbit atau pengguna faktur fiktif ataupun pembayaran pajak secara tak benar. Mau tak mau, pengusaha yang terjaring dalam bukti permulaan harus menunggu hasil penyidikan. “Jika terbukti, konsekuensinya berat, harus bayar denda,” ujar Hestu.
Kedua, pebisnis bisa melakukan pengungkapan atau pembetulan sendiri atas bukti permulaan. Sesuai pasal 8 ayat 3 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), wajib pajak melakukan pembetulan sendiri dalam SPT. “Dengan begitu, mereka tinggal membayar sesuai ketentuan,” jelas Hestu lagi.
Sepanjang tahun, Ditjen Pajak terus melakukan upaya penegakan hukum atau law enforcement, termasuk menggunakan bukti permulaan ke wajib pajak nakal, “Jumlahnya saya tak hapal persis, tapi lebih dari 100,” ujarnya.
Bukan target penerimaan yang dikejar oleh aparat pajak, tapi lebih ke efeknya terhadap kepatuhan hukum para wajib pajak. Dengan data-data yang dimiliki, aparat pajak berupaya terus menyisir tingkat kepatuhan para wajib pajak. “Jadi sepanjang tahun terus kita lakukan, bukan hanya belakangan ini, ” ujarnya.
Pengunduran diri Dadang, menurut Hestu, adalah penyegaran organisasi biasa di kalangan internal Dirjen Pajak. “Banyak contohnya, misal Pak Robby Tambulon yang balik ke Pajak atau Pak Aris Supriatna ke PPATK,” ujar Hestu. Jika kemudian Dadang Suwarna kembali ke Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan atau BPKP, kata Hestu, ini adalah hal biasa yang terjadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News