Reporter: Andi M Arief | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada(UGM) meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperlebar penyidikan kasus korupsi Sukamiskin.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husen, dan narapidana korupsi yang juga mantan Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darwansyah telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi jual-beli sel di Lapas Sukamiskin.
Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, selain Wahid dan Fahmi, KPK turut menjaring Ineke Koesherawati selaku istri Fahmi.
Kepala Pukat UGM, Zainal Arifin Muchtar mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumham) melakukan pembiaran terhadap kasus korupsi yang terjadi di Lapas Sukamiskin. Pasalnya, pada 2017 telah ada laporan mendalam mengenai kasus yang sama di banyak media massa. Zainal menyarankan agar KPK tidak melokalisir penyidikan hanya pada Kalpas.
"Perlu juga ini KPK untuk menelisik, tidak hanya sekadar Kepala Lapasnya, tapi juga ke pejabat ke atas. Apakah di situ ada keterkaitan pejabat ke atas?" tanya Zainal kepada Kontan saat dihubungi, Minggu (22/7).
Zainal melanjutkan, salah satu masalah yang menyebabkan kasus ini terjadi adalah pengawasan di Lapas Sukamiskin yang kurang mumpuni. Pengawasan yang dimaksud oleh Zainal adalah pengawasan secara fisik dan pernyataan finansial.
Namun, sambung Zainal, sayangnya pengawasan tersebut tidak dilakukan oleh Kemenhumham, dalam hal ini dalam Direktorat Jendral (Ditjen) Pemasyarakatan (PAS).
Faktor lainnya, menurut Zainal, adalah kualifikasi para sipir di Sukamiskin yang belum cukup tinggi. Perkaranya, para narapidana yang mendekam di Sukamiskin kebanyakan berasal dari tindak pidana korupsi. "Jadi harus berbeda dengan lembaga pemasyarakatan biasa lainnya. Harus benar-benar berintegrias. Harus benar-benar dengan seleksi yang ketat," ujar Zainal.
Berbeda dengan Zainal, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, kejadian ini berawal dari masalah sistematis yang tidak diselesaikan. Contohnya, evaluasi dari kasus-kasus korupsi di dalam lapas hanya dilakukan sebatas rotasi, penggantian, dan penghentian personil. "Ini tidak menjawab masalah," tegas Laola Easter Kaban, Anggota Divisi Hukum dan Monitorin Peradilan ICW, kepada kontan lewat telepon, Minggu (22/7).
Seperti Zainal, Laola merasa ada pembiaran yang dilakukan oleh Kemenhumham terhadap oknum bersangkutan. Dari Zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), imbuh Laola, sudah ditemukan lapas yang memiliki fasilitas mewah.
"Kalau sebagai bentuk pertanggunjawaban dari posisi, ya seharusnya Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) juga bertanggungjawab, karena itu ada di bawah pengampuannya Menkumham. Bahwa pengampuannya Dirjen PAS," saran Laola. "Ya kalau tahu malu sih harusnya mundur dari posisi Menteri Hukum dan HAM."
Lapas Eksklusif Koruptor
Pamor Lapas Sukamiskin sebagai Lapas para koruptor sudah terkenal. Masalahnya, kebanyakan narapidana korupsi yang mendekam di sana adalah hasil kerja para penyidik dan jaksa penuntut umum besutan KPK. Namun, hal ini menjadikan Lapas Sukamiskin dipenuhi oleh orang-orang yang memiliki kapital dan kekuasaan. "Itu jadi blunder," nilai Laola.
"Ini membuka kesempatan untuk (para napi koruptor) melakukan konsolidasi, bertemu dengan orang-orang yang tadinya mungkin belum (kenal). Bahkan, memperluas jaringan di antara narapidana-narapidana (koruptor) itu sendiri," tukas Laola.
Laola mengatakan, banyaknya narapidana koruptor di Lapas Sukamiskin menjadi perbuatan diskriminatif terhadap narapidana lainnya. Pasalnya, narapidana lainnya tidak memiliki kapital maupun kekuasaan yang mumpuni untuk memiliki fasilitas yang dimiliki oleh narapidana kruptor. Maka, kalau "Lapas Sukamiskina itu cuma untuk koruptor, mending dibubarkan saja. Koruptor itu justru (harusnya) disatukan dengan napi-napi yang lain," papar Laola.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian Humas Ditjen PAS, Ade Kusmanto menuturkan, hal tersebut akan diwacanakan oleh Ditjen PAS. Lapas Sukamiskin, sambung Ade, tidak memiliki peruntukan khusus yang tercantum dalam Peraturan Menteri (Permen). Maraknya narapidana koruptor yang mendekam di Lapas Sukamiskin, kata Ade, dilakukan untuk kemudahan pemantauan dan pembimbingan.
"Mengenai nanti penempatan narapidana korupsi dipisah atau disatukan, itu menjadi bahan kami untuk ke depannya langka seperti apa (yang) diwacanakan. Dalam kejadian ini memang momentum terbaik untuk merevitalisasi pemasyarakatan, khususnya pola pembinaan pada narapidana korupsi," pelan Ade kepada Kontan, Minggu (22/7).
Ketika dihubungi, Ade sedang dalam perjalanan menuju Lapas Sukamiskin bersama Direktur Jenderal PAS, Sri Puguh Budi Utami, untuk melakukan inspeksi mendadak. "(Ditjen PAS) kana menertibkan (dan) melihat kondisi di Lapas Sukamiskin," aku Ade.
Wahid, cerita Ade, memiliki rekam jejak yang bagus ketika mendaftar sebagai Kepala Lapas. Namun, ketika dihadapkan dengan kondisi Lapas Sukamiskin yang dipenuhi oleh narapidana koruptor, Wahid gagal melaksanakan tugasnya. Ditjen PAS "akan lebih teliti lagi memilih para calon-calon petugas penjaga pengamanan di Lapas yang dihuni oleh narapidana Korupsi," ucap Ade.
"Jadi harus dinilai darii segi integritasnya, kulaitas pendidikannya, latar belakang sosialnya, track record-nya selama bekerja, sehingga kejadian serupa tidak terulang," pungkas Ade.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News