kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pengamat: Program yang baik harus pakai hitungan


Sabtu, 24 Mei 2014 / 10:35 WIB
Pengamat: Program yang baik harus pakai hitungan
ILUSTRASI. Suasana jalan yang terendam limpasan air laut ke daratan atau rob di Pelabuhan Muara Baru Jakarta, Rabu (28/12/2022). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/foc.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Program kebijakan fiskal calon presiden Joko Widodo dan Calon wakil presiden Jusuf Kalla dinilai cukup baik. Kendati begitu, perlu dipikirkan bagaimana mekanisme mengoptimalkan penerimaan negara dari segi pajak dan penyerapan anggaran untuk mendongkrat pertumbuhan ekonomi. Salah satunya memperbaiki mekanisme birokrasi.

Menurut Ekonom Bank Centra Asia (BCA) David Sumual, program fiskal Jokowi-JK harus memikirkan secara serius efektivitas penerimaan pajak dan penyerapan anggaran. Selama ini, persoalan birokrasi acapkali memperlambat penyerapan anggaran pada semester pertama. Menurut David, program Jokowi-JK yang ingin membedakan antara institusi regulator perpajakan dan pelaksana pemungutan pajaknya harus dipersiapan dengan matang.

Sebab, dengan membuat badan atau kementerian tersendiri yang khusus mengurus persoalan perpajakan, dan langsung bertanggungjawab kepada presiden merupakan suatu terobosan baru. "Diharapkan dengan program itu, persoalan penerimaan pajak tidak lagi mengalami kendala yang berarti," ujar David kepada KONTAN, Jumat (23/5).

Di sisi lain, capres dan cawapres yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Nasional Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia ini harus juga memikirkan bagaimaan agar tarif pajak di Indonesia kompetitif. Soalnya, selama ini tarif pajak di Indonesia termasuk tertinggi di kawasaan. Apalagi untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun depan, tarif pajak yang relatif masih tinggi ini berpotensi menganggu pertumbuhan ekonomi.

David juga mengingatkan agar pasangan Jokowi-JK memikirkan bagaimana mengatasi kebocoran pajak yang selama ini menjadi persoalan ternsendiri. Sebab masih ada oknum pajak nakal yang memanfaatkan celah administrasi sehingga pendapatan pajak tidak maksimal. "Perlu diterapksan sistem birokrasi yang transparan dan satu pintu dari sisi adminstrasi,"ujar David.

Sementara itu, menurut Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya, dalam visi misi Jokowi-JK ini masih bersifat ideal saja. Soalnya, harusnya setiap program yang mereka terapkan harus didasarkan pada anggaran yang ada.  "Harus ada pertimbangan biaya, dan mana yang lebih dulu dilaksanakan," terangnya.

Sebab dalam dunia ekonomi, program tanpa anggaran itu, tidak bisa dijalankan. Dengan demikian, ia berharap pasangan ini segera menjelaskan kepublik detail program yang hendak mereka capai bila kelak akan berkuasa. Menurutnya, perlu ada tahapan-tahapan dalam realisasi program-program yang ditawarkan. Itu yang perlu dijelaskan.

Hal senada juga ditegaskan David. Menurutnya, dalam program Jokowi-JK ini tidak dijelaskan program yang menjadi priotas dan biaya yang dibutuhkan. Ini menjadi kritik yang harus menjadi perhatian pasangan ini bila kelak akan menjadi presiden dan wakil presiden periode mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×