kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat Pajak: Penundaan MLC Pilar 1 Berarti Tertundanya Penerimaan Bagi Indonesia


Selasa, 12 Juli 2022 / 19:20 WIB
Pengamat Pajak: Penundaan MLC Pilar 1 Berarti Tertundanya Penerimaan Bagi Indonesia
ILUSTRASI. Penundaan MLC Pilar 1 dapat diartikan sebagai tertundanya potensi penerimaan bagi Indonesia.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunda penandatanganan multilateral convention (MLC) Pilar 1: Unified Aprroach. 

Menurut OECD, penerapan MLC Pilar 1 akan ditargetkan selesai pada pertengahan 2023 dan mulai berlaku (entry into force) pada tahun 2024 mendatang.

Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, mundurnya penandatangan MLC Pilar 1 lebih disebabkan oleh faktor belum sepakatnya negara-negara atas beberapa hal teknis, seperti dalam hal teknis penentuan asal penghasilan (revenue sourcing rule) dan isu kepastian hukum bila ada sengketa (tax certainty).

"Padahal kedua aspek tersebut sangat penting baik bagi memastikan alokasi laba yang akan diterima tiap negara serta mencegah adanya ketidakpastian khususnya pajak berganda bagi wajib pajak," ujar Bawono kepada Kontan.co.id, Selasa (12/7).

Baca Juga: Ditjen Pajak Buka Suara Terkait Penundaan Multilateral Convention Pilar 1

Dari sisi negara, kata Bawono,  penundaan implementasi MLC Pilar 1 tersebut bisa berdampak positif. Dengan catatan, negosiasi revenue sourcing rule tetap menjamin bahwa indikator yang digunakan untuk menentukan hak pemajakan berpihak bagi market jurisdiction seperti Indonesia.

Namun demikian, menurutnya, penundaan MLC Pilar 1 juga dapat diartikan sebagai tertundanya potensi penerimaan bagi Indonesia. Terlebih lagi menurut estimasi OECD dan G20, negara middle income seperti Indonesia dapat memperoleh tambahan penerimaan sekitar 0,75% dari penerimaan PPh badan eksisting.

Sebagai informasi, ada dua pilar reformasi perpajakan internasional yang menjadi perhatian negara G20. Pilar pertama, membuat sistem perpajakan yang adil bagi negara-negara yang menjadi pasar bagi perusahaan multinasional termasuk perusahaan digital global. Rencana penerapannya adalah memberikan sekitar 25% keuntungan setiap perusahaan global kepada negara-negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Adapun pembagian keuntungannya berdasarkan dari kontribusi pendapatan perusahaan tersebut di masing-masing negara.

Adapun pilar yang kedua adalah rencana penerapan pajak minimum bagi perusahaan global yang beroperasi di setiap negara untuk menciptakan rasa keadilan. Kriterianya adalah perusahaan yang punya omzet bisnis setahun minimal 750 juta euro.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×