kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%

Pengamat Ingatkan Otoritas Pajak Perlu Bijak Selesaikan Kasus UD Pramono


Rabu, 06 November 2024 / 17:05 WIB
Pengamat Ingatkan Otoritas Pajak Perlu Bijak Selesaikan Kasus UD Pramono
ILUSTRASI. Ekonom menilai bahwa kasus pajak yang menimpa UD Pramono harus disikapi secara bijak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rahmat menilai bahwa kasus pajak yang menimpa UD Pramono harus disikapi secara bijak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Hal ini agar tidak menimbulkan persepsi buruk yang dapat merugikan upaya pemerintah dalam menghimpun penerimaan negara.

"Jangan sampai menjadi persepsi buruk yang akhirnya menjadi bumerang bagi DJP sendiri terutama dalam upaya menghimpun penerimaan negara dari pajak," ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Rabu (6/11).

Ariawan menegaskan, meskipun DJP mengklaim telah melakukan penagihan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan kasus ini.

Menurutnya, langkah pemblokiran yang dilakukan oleh DJP sebagai bagian dari tahap pertama penagihan seharusnya tidak menjadi masalah jika penanganan terhadap wajib pajak dilakukan dengan pendekatan yang lebih menyeluruh. 

Baca Juga: BPH Migas undang Pertamina dan Telkom untuk kebut digitalisasi nozzle

Ia menilai, DJP Kemenkeu harus lebih memahami profil wajib pajak, khususnya pengusaha kecil seperti UD Pramono, yang memiliki latar belakang pendidikan terbatas, yakni hanya lulusan SD. Hal ini penting agar DJP dapat memberikan saran atau bantuan yang sesuai terkait kewajiban perpajakan.

"Kalau kita lihat kronologisnya, pada tahun 2015, saat Pramono ingin melebarkan usahanya menjadi pemasok susu bagi pabrik-pabrik industri pengolahan susu, salah satu syaratnya harus memiliki NPWP.

Nah, saat pembuatan NPWP dan urusan pajak pun menurut pengakuan Pramono, dia pasrahkan kepada petugas kantor pajak. Artinya, sejak tahun 2015 Pramono sudah punya itikad baik untuk taat pajak, juga sudah masuk dalam radar DJP," katanya.

Oleh karena itu, DJP seharusnya bisa lebih proaktif mengenali kondisi dan kemampuan wajib pajak dalam memahami administrasi perpajakannya.

Lebih lanjut, Ariawan juga menyoroti bahwa meski Indonesia menganut sistem self assessment, di mana wajib pajak bertanggung jawab untuk melaporkan kewajiban pajaknya secara mandiri, namun untuk pengusaha kecil yang mungkin belum paham sepenuhnya tentang administrasi perpajakan, DJP harus mengambil peran lebih besar dalam memberikan literasi dan bimbingan. 

Ariawan mengingatkan bahwa pada tahun 2019 dan 2020, Pramono sempat tidak menerima panggilan dari DJP, serta tidak menghubungi kantor pajak selama masa pandemi. Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian dalam laporan pajak yang pada akhirnya mengarah pada estimasi pajak yang sangat besar.

Dalam kasus ini, Ariwan menilai bahwa baik DJP maupun UD Pramono sama-sama punya andil melakukan kesalahan. Ia menyebut, DJP kurang proaktif dan persuasif kepada wajib pajak, padahal meski pada saat itu terjadi pandemi komunikasi antara DJP dan Wajib Pajak harus tetap terjalin.

Di sisi lain, UD Pramono juga tidak melakukan laporan secara administratif. Akibatnya, DJP melakukan estimasi perhitungan tentu saja berdasarkan profil transaksi Wajib Pajak.

"Ketemulah nominal pajak terutang yang sangat besar. Bisa jadi dalam perhitungan itu ada kesalahan, tetapi poinnya adalah bagaimana mereka bisa duduk bareng untuk menyelesaikan semuanya dengan penuh tanggung jawab dan rasa keadilan," katanya.

Untuk itu, Ariawan menekankan pentingnya literasi perpajakan yang lebih mendalam, tidak hanya bagi wajib pajak, tetapi juga bagi para profesional perpajakan, termasuk konsultan pajak dan pengacara pajak. Hal ini diperlukan agar tercipta keseimbangan antara pemenuhan kewajiban perpajakan dan keberlanjutan usaha, serta terciptanya keadilan bagi seluruh pihak yang terlibat.

Seperti yang diketahui, akhir-akhir ini media sosial tengah ramai memperbincangkan mengenai kasus yang menimpa usaha penampungan susu, UD Pramono yang diminta membayar pajak senilai Rp 670 juta.

Lantaran tidak sanggup membayar, UD Pramono pun terpaksa menutup usahanya dan membuat peternak sapi terancam gulung tikar. Hal ini semakin rumit ketika rekening milik UD Pramono yang menampung uang hasil produksi susu diblokir oleh kantor pajak.

Baca Juga: Kelompok Peretas yang Terkait dengan Tiongkok dituding Meretas SingTel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Tag

TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×