Reporter: Uji Agung Santosa |
JAKARTA. Pemerintah akan mengusulkan menaikkan alokasi subsidi bahan bakar nabati (BBN), kenaikan itu akan diajukan pemerintah pada pertengahan tahun ini melalui perubahan APBN 2009.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi, mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang merumuskan kebijakan menyeluruh terkait BBN. “Kebijakan itu menyangkut masalah subsidi, distribusi, kewajiban mencampur premium dengan BBN (mandatory), ekspor dan lain-lain,” kata Bayu usai rapat koordinasi tentang pangan di Jakarta, kemarin.
Karena akan dimasukkan ke dalam rencana perubahan APBN 2009 maka pihaknya akan mempercepat penyelesaian rumusan kebijakan menyeluruh terkait BBN tersebut. “Waktu kita sangat singkat,” katanya.
Ia menambahkan, pemerintah akan memasukkan subsidi BBN menjadi bagian dari subsidi energi yang jumlahnya hampir mencapai Rp 100 triliun. Bayu menambahkan, alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk subsidi BBN menurut perhitungan awalnya mencapai Rp 350-Rp 400 miliar. “Itu hanya untuk mandatorynya saja. Bukan hanya BBN dari CPO tapi menyeluruh,” katanya.
Saat ini, mandatory yang ditetapkan pemerintah sudah tidak ada masalah, saat ini yang menjadi masalah hanyalah tentang subsidi dan harganya. Seperti diketahui, Dalam Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral No. 32/2008 tentang Mandatory BBN, pemerintah mewajibkan pencampuran BBN sebanyak 2,5% untuk biodesel dari total konsumsi solarnya. “Pertamina bahkan sudah mengatakan sudah 10%,” katanya.
Pada 2009, pemerintah mengusulkan subsidi BBN sebesar Rp 1.000 per liter untuk total volume mencapai 831.427 kilo liter. Dengan demikian total subsidi BBN yang dibutuhkan sekitar Rp 831,427 miliar, yang dialokasikan untuk bioethanol 1% atau sebanyak 206.389 kilo liter dan biodiesel 5% atau sebanyak 625.038 kilo liter.
Terkait CPO, Bayu mengatakan, pemerintah mentargetkan untuk melipatgandakan produksi CPO selama 10 tahun mendatang. Dengan produksi yang berlipat dua kali maka pada 10 tahun mendatang produksi minyak sawit sekitar 40 juta ton. “Saat ini produksi baru sekitar 19-20 juta ton, namun permintaan akan meningkat terus” katanya. Peningkatan permintaan harus diantisipasi jika tidak maka akan mengurangi nilai ekspor, termasuk pemenuhan di industri dalam negeri di hilir dan infrastrukturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News