Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan kuota impor daging lembu atau sapi untuk tahun 2024 sebesar 145.250,60 ton.
Kuota impor itu merujuk pada hasil Rakortas 13 Desember 2023 soal penetapan kebutuhan impor daging lembu untuk konsumsi reguler yang disepakati dalam neraca komoditas daging lembu adalah 145.251 ton.
Selanjutnya secara terperinci, mekanisme penghitungan ulang alokasi volume per kode HS (Harmonized System) per perusahaan terbagi ke dalam empat tahap.
Tahap pertama, penghitungan alokasi volume per HS berdasarkan pembobotan 55% dan 45% dan kuota impor 2024 sebesar 145.251 ton.
Baca Juga: Estika Tata Tiara (BEEF) Bidik Kenaikan Penjualan 200% di Masa Puasa dan Lebaran
Lalu tahap kedua dilakukan penghitungan alokasi volume per kode HS per pelaku usaha berdasarkan pembobotan 55% dengan dasar realisasi impor 2 tahun terakhir.
Tahap ketiga dilanjutkan dengan penghitungan alokasi volume per kode HS per pelaku usaha berdasarkan pembobotan 45% terhadap pengajuan kebutuhan 2024.
Terakhir, tahap keempat berupa penghitungan alokasi volume final impor daging lembu konsumsi reguler dalam bentuk akumulasi perhitungan tahap 2 dan 3 sebelumnya.
“Jadi hasil penghitungan ulang volume impor daging lembu konsumsi reguler 2024 sebesar 145.250,60 ton dari total pengajuan rencana kebutuhan yang diajukan para pelaku usaha sejumlah 462.011,14 ton," kata Kepala NFA Arief Prasetyo Adi dalam keterangan resminya, Rabu (7/2).
Arief membeberkan, sebanyak 380 pelaku usaha mengajukan rencana impor daging lembu. Hal itu tentunya agar demi pelaksanaan importasi yang selalu terukur dan sesuai kebutuhan.
Baca Juga: Menilik Rencana Bisnis Estika Tata Tiara (BEEF) pada Tahun Ini
“Ini karena utamanya dalam penghitungan dan penyusunan neraca komoditas, kita harus mengutamakan produksi dalam negeri. Namun pada saat kebutuhan nasional tidak bisa terpenuhi bersumber dari dalam negeri, terpaksa kita lakukan importasi,” ungkapnya.
Adapun Neraca Komoditas merupakan data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional.
"Hal ini menjadi salah satu fokus kerja Presiden Joko Widodo di mana Pemerintah melalui instrumen ini memastikan ketersediaan dan stabilitas pangan terjaga," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News