Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah pastikan beberapa bidang usaha masuk dalam daftar prioritas investasi atau priority list, lewat Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Kriteria bidang usaha yang masuk dalam priority list tersebut adalah perusahaan yang memiliki teknologi tinggi atau high-tech, bidang usaha dengan investasi besar, berbasis digital, serta padat karya.
Baca Juga: Aturan upah jam-jaman masuk RUU omnibus law Cipta Lapangan Kerja "
Plus, mereka yang sudah diberi insentif fiskal, seperti tax allowance dan tax holiday. Mungkin sudah ada hampir 200-an jenis badan usaha," jelas Staf Ahli bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum, dan Keamanan Kemenko Perekonomian Elen Setiadi pada Jumat (17/1).
Meski begitu, dalam Omnibus Law tersebut, pemerintah juga mengatur bidang usaha yang tertutup untuk kegiatan investasi. Hal ini didasarkan oleh kepentingan nasional, asas kepatutan, dan juga keputusan konvensi internasional.
Beberapa cakupan bidang usaha yang masuk ke dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) adalah perjudian dan kasino, budidaya dan produksi narkotika golongan I, industri pembuatan senjata kimia, industri pembuatan bahan perusak lapisan ozon (BPO), penangkapan spesies ikan yang ada dalam Appendix I, serta bidang usaha yang mengambil koral atau karang dari alam.
Baca Juga: Inilah poin penting rencana kebijakan upah minimum, di RUU Cipta Lapangan Kerja
Selain itu, Omnibus Law ini juga dibuat untuk menyederhanakan proses investasi untuk penanaman modal asing (PMA). Dengan adanya ini, perusahaan asing yang masuk ke Indonesia dan yang sudah membentuk badan hukum Indonesia tetap akan tunduk sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia dan diperlakukan sama dengan pengusaha domestik dan status PMA pun hanya dikaitkan dengan batasan kepemilikan saham asing.
Selanjutnya, Omnibus Law ini juga mempersilakan untuk UMKM bisa bermitra dengan modal asing dan kegiatan usaha yang berbasis digital tidak akan terkena peraturan pembatasan modal Rp 10 miliar. "Tetapi yang berbasis digital masih kami bahas dengan Kementerian Koperasi dan UKM," jelas Elen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News