Reporter: Nurul Kolbi |
Kementrian Hukum dan Ham sudah bertemu dengan manajemen PT Holcim Indonesia Tbk untuk membahas isi kontrak penambangan batu kapur di Pulau Nusakambangan.
Lilik Unggul Raharjo, Manufacturing Director Holcim, menuturkan, pertemuan itu berlangsung secara intensif sejak sebulan lalu. "Tim dari Kementrian juga sudah berkunjung ke lokasi tambang," katanya kepada KONTAN, Selasa (1/6).
Meski sudah beberapa kali bertemu, kata Lilik, kedua pihak belum membuat kesepakatan apapun. "Kami belum membahas apa saja isi perjanjian yang akan ditinjau ulang dan bentuk revisinya," ujarnya. Namun begitu, "Kami sudah bisa menebak apa yang sebenarnya diinginkan Pemerintah pusat," katanya. Menurut dia, Kementrian ingin Holcim lebih banyak berkontribusi ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Nusakambangan. "Pemerintah beberapa kali menyampaikan secara lisan masalah ini," katanya.
Holcim, ketika masih bernama PT Semen Nusantara, menambang di Alcatraz nya Indonesia itu sejak 1970. Izin pemanfaatan lahan didapat dari Departemen Kehakiman, kini Kemenhukham. Kontrak kerjasama yang sudah diperpanjang lagi pada 2001 ini akan berakhir pada 2031 mendatang.
Perjanjian kerjasama dengan Depkeh itu memuat banyak hal, termasuk kewajiban membayar retribusi terhadap pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Untuk jatah pemerintah pusat, Holcim menyetor sebesar 20% dari nilai setoran ke pemda. "Jatah pemda hanya patokan untuk menghitung bagian Kementrian, jadi tidak mengurangi apapun," katanya. Bagian untuk kemenhukham ini bukan berupa uang tunai, melainkan berupa barang maupun perlengkapan operasional lainnya.
Diluar retribusi itu, Holcim juga membayar pajak penghasilan dan mengeluarkan dana CSR. Nah mungkin disini masalahnya. “Dalam membelanjakan dana CSR, kami lebih banyak mengalokasikan untuk masyakarat sekitar pabrik semen di Cilacap, bukan dikawasan gunung kapur di nusakambangan," katanya.
Sementara soal usulan agar kontrak Holcim di nusakambangan diakhiri karena alasan merusak lingkungan dan tidak banyak bermanfaat bagi LP, kata Lilik, pemerintah tidak pernah sekalipun menyinggung soal ini.
Lagipula, kata Lilik, pemerintah tak punya alasan yang kuat untuk menyetop kerjasama itu. Holcim menambang di nusakambangan setelah mengantongi izin dari berbagai intansi. Selain mendapat izin pemanfaatan lahan dari Depkeh dan izin menambang dari pemda, Holcim sudah juga mengantongi amdal. "Yang menguji kelayakan lingkungan itu adalah tim lintas departemen bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada," katanya. Tim pemerintah ini terdiri dari kementrian LH dan Kementrian kehutanan.
Dalam kesempatan sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar beberapa kali menyatakan akan meninjau ulang isi kontrak kerjasama dengan Holcim. Alasannya, pabrik semen itu tidak banyak berkontribusi terhadap perkembangan lapas. Ia lalu membentuk tim untuk mengkaji isi perjanjian yang perlu direvisi. Belakangan, ia juga menyebut tambang batu kapur Holcim tak perlu dilanjutkan karena merusak lingkungan. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, sejawatnya di Partai Amanat Nasional, menilai kegiatan Holcim berada di kawasan hutan alam. Tapi ia menyerahkan seluruh urusan revisi kontrak ke Menteri Hukum dan HAM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News