Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah mengkaji ketentuan ambang batas PKP atau threshold pajak pertambahan nilai (PPN). Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyambut baik hal ini.
“Adanya rencana untuk mengurangi batasan tersebut tentu harus kita apresiasi dan sambut. Setiap negara akhirnya bebas menentukan batasan tersebut, tapi indikator yang biasanya digunakan ialah omzet,” ujar Darus kepada Kontan.co.id, Minggu, (14/3).
Penurunan threshold ini dengan pertimbangan Indonesia merupakan salah satu negara dengan threshold PKP tertinggi jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Pasifik dan OECD.
Baca Juga: Belanja perpajakan tahun lalu capai Rp 228 triliun, CITA: Sejalan pelemahan ekonomi
Darus pun memberi ilustrasi, negara-negara OECD rata-rata hanya memiliki batasan di angka US$ 70 ribu, sedangkan Indonesia bisa mencapai US$ 340 ribu.
Kemudian, dengan tingginya threshold PKP di Indonesia telah menyeabbkan basis PPN di Idnoensia relatif rendah. Ia mengutip Bank Dunia, batasan yang tinggi tersebut juga berkontribusi bagi hanya sekitar 60% potensi penerimaan PPN Indonesia yang dikumpulkan.
Terakhir, tingginya batasan threshold juga membuat kesulitan dalam memetakan kepatuhan PPN di setiap rantai konsumsi. Artinya, banyak kegiatan konsumsi yang berada di luar radar pemerintah.
“Selain itu, tingginya batasan juga berdmapak bagi sulitnya menjamin netralitas PPN melalui mekanisme PK-PM,” tandas Darus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News