Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, penerimaan negara dari Direktorat Jenderal Bea Cukai pada tahun depan masih akan mengandalkan cukai. Kondisi ekonomi global masih lesu sehingga bea masuk dan bea keluar belum bisa diandalkan.
Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Susiwijono Moegiarso mejelaskan, ada tiga jenis penerimaan kepabeanan dan cukai, yaitu cukai, bea masuk, dan bea keluar. Dari ketiganya, hanya cukai yang bisa diandalkan untuk mendorong penerimaan. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015, target penerimaan cukai mencapai Rp 126,7 triliun atau naik 7,83% dibanding target tahun ini Rp 117,5 triliun.
Untuk tahun ini saja dari target Rp 117,5 triliun, outlook penerimaan cukai hingga akhir tahun adalah 100,6% atau Rp 118,1 triliun. Dari Januari-November 2014, realisasi penerimaan cukai adalah Rp 101,48 triliun.
Alasan pemerintah optimis terhadap cukai adalah adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 8,72% untuk jenis Siraget Kretek Mesin (SKM), Siraget Kretek Tangan (SKT) dan Siraget Putih Mesin (SPM), dan kenaikan sebesar 10% untuk jenis hasil tembakau yang akan berlaku pada 1 Januari 2015. Jadi, "kalau penerimaan cukai akan ditambah lagi dalam Rancangan APBN-P 2015 kita siap," ujar Susiwijono, Selasa (23/12).
Meskipun, di sisi lain dengan adanya kenaikan tarif maka volume produksi rokok tahun depan akan stagnan. Perkiraan bea cukai produksi rokok tahun depan hanya sebesar 351 miliar batang, hanya naik 1,45% dibanding perkiraan produksi tahun ini 346 miliar batang.
Maka dari itu, apabila kenaikan cukai yang diminta signifikan alias besar hingga mencapai Rp 140 triliun maka bea cukai akan mengajukan ekstensifikasi kenaikan tarif cukai seperti pengenaan tarif cukai minuman bersoda.
Kajian pengenaan tarif tersebut hingga saat ini masih menunggu rekomendasi teknis dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang seharusnya akan disampaikan pada akhir tahun ini. Untuk target penerimaan bea cukai secara keseluruhan dalam RAPBN-P 2015, ia mengakui, akan mengalami kenaikan. Sayangnya, berapa kenaikan yang akan terjadi dirinya masih menutup rapat karena masih dalam pembahasan.
Untuk bea masuk dan bea keluar, diakui Susiwijono, pemerintah tidak bisa berharap banyak. Pasalnya, pemasukan dari kedua pos ini bersumber dari kebijakan pemerintah dan kondisi global.
Misalnya, untuk bea keluar. Penerimaan bea keluar tahun ini diprediksi hanya 54,4% atau Rp 11,2 triliun dari target Rp 20,6 triliun. Hal ini dikarenakan kebijakan pelarangan ekspor barang mineral mentah yang diterapkan pemerintah pada awal tahun 2014.
Tahun depan dalam APBN 2015 target bea keluar adalah Rp 14,3 triliun. Dengan target Rp 14,3 triliun pun bea cukai kesulitan untuk mengejarnya. Selain persoalan pelarangan ekspor mineral mentah, ada kondisi ekonomi global yang masih lesu tahun depan."Kalau pertumbuhan global terkoreksi terus pasti agak sulit mau mengharapkan pendapatan tinggi," tandasnya.
Karena itu, salah satu usul yang dilempar oleh bea cukai untuk mengejar pendapatan tahun depan adalah dengan mengenakan tarif bea keluar batu bara. Kalau kebijakan ini dikenakan, maka akan ada tambahan penerimaan hingga Rp 22 triliun untuk pos bea keluar.
Meskipun begitu, rencana pengenaan bea keluar batu bara ini belum dibicarakan dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu. Pembicaraan baru akan dilakukan apabila dalam pembahasan RAPBN-P 2015 nanti penerimaan bea cukai ditargetkan naik signifikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News