Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tak hanya menghimbau perusahaan swasta, pemerintah juga meminta perusahaan pelat merah untuk bertransaksi menggunakan rupiah jika dilakukan di dalam negeri. Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, kebutuhan valuta asing oleh perusahaan pelat merah tergolong tinggi.
Oleh karenanya, dalam kegiatan sehari-hari, berbagai perusahaan BUMN harus meminimalkan penggunaan valas. Kalaupun perusahaan itu harus menggunakan valas karena kegiatan ekspor-impor, harus dilakukan dengan lindung nilai alias hedging.
Salah satu perusahaan BUMN yang menggunakan valas cukup tinggi adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Direktur Utama PT PLN Sofyan Basyir mengatakan, pihaknya hanya menggunakan valas ketika melakukan transaksi ekspor-impor saja.
Jadi, kalau untuk transaksi di dalam negeri tetap menggunakan rupiah. Nah, untuk transaksi ekspor-impor PLN sendiri sudah menerapkan mekanisme hedging. "Kita ada pembelian untuk Bahan bakar Minyak, gas maupun bahan baku lainnya dalam valas," ujar Sofyan di Istana Negara, Jakarta, Selasa (17/3).
Sebagai gambaran, setiap bulannya, PLN membutuhkan biaya untuk bertransaksi jual-beli mencapai US$ 600 juta. Dari anggaran itu, 20% nya menggunakan mekanisme hedging. Sisanya ada yang menggunakan rupiah dan valas tanpa hedging.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News