kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pemerintah buka hedging utang valas


Senin, 28 Januari 2013 / 09:50 WIB
Pemerintah buka hedging utang valas
ILUSTRASI. Kurs rupiah melemah 0,23% dalam sepekan dan ditutup pada Rp 14.257 per dolar AS.


Reporter: Herlina KD, Agus Triyono, Syamsul Ashar | Editor: Edy Can

JAKARTA. Pemerintah tak mau terus tekor gara-gara fluktuasi nilai tukar. Maka itu, pemerintah akan melakukan hedging atau transaksi lindung nilai atas instrumen utang pemerintah, baik dalam bentuk pinjaman maupun surat berharga negara.

Payung hukum hedging utang pemerintah itu sudah terbit, 4 Januari 2013. Bentuknya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2013 tentang Transaksi Lindung Nilai dalam Pengelolaan Utang Pemerintah.

Lewat beleid ini, pemerintah berharap, pembayaran utang luar negeri tak terganggu pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Baik pembayaran cicilan pokok utang maupun bunga.

Rencana hedging utang pemerintah ini tak main-main. Bahkan, Kementerian Keuangan (Kemkeu) menyiapkan unit khusus hedging utang di bawah Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kemkeu. Unit ini menjadi semacam unit tresuri di perbankan yang bertugas untuk masuk pasar valuta asing.

Unit khusus ini terdiri dari komite risiko pengelolaan utang (KRPU); unit pengelola risiko utang (UPRU); unit pelaksana transaksi (UPT); unit pelaksana setlement dan pencatatan (UPSP). Setiap unit dipimpin pejabat eselon II setingkat direktur.

Telisa Aulia, ekonom EC- Think melihat positif beleid ini. Apalagi porsi utang valas pemerintah saat ini juga masih cukup besar.

Tentu saja, beleid hedging utang ini bak pisau bermata dua. Pemerintah juga harus bersiap menanggung risiko yang tinggi, terutama jika terjadi rugi kurs. Apalagi, seluruh beban dan risiko hedging ini akan ditanggung APBN tahun berjalan.

Aturan ini juga berpotensi memicu spekulasi terhadap rupiah makin tinggi. Alih-alih  rupiah stabil, yang ada mata uang garuda makin memble.

Karena itu, ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Hari Wibowo mengingatkan, unit tresuri pemerintah harus cermat menghitung risiko, sehingga meminimalkan risiko kerugian kurs bagi negara. "Hedging biasanya mengarah ke spekulasi. Pemerintah tak perlu profit dari hedging, tapi mengurangi risiko," kata dia, kemarin (27/1).

BPK harus sepaham
Ia juga mengingatkan, sebisa mungkin kebijakan pemerintah ini tidak menimbulkan kerugian besar. Sebab, aturan lindung nilai ini masih abu-abu. Salah-salah, beleid yang  bertujuan mengurangi risiko kerugian kurs, malah dianggap merugikan negara.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti menimpali, perlu ada pengertian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa dalam hedging ini ada biaya dan bisa juga memicu kerugian. Pengertian  BPK ini penting agar kerugian akibat hedging tidak dianggap  merugikan negara (korupsi).

Dalam hedging ini, pemerintah akan membuat perjanjian dengan counterparty. Nah, konsekuensi dari perjanjian ini, pemerintah tetap harus membayar sesuai dengan kontrak  meski pada posisi loss dalam transaksi lindung nilai tersebut.

Agar hedging akurat, Destry menyarankan, pemerintah menyusun kriteria ambang batas dengan perhitungan yang tepat. Misal, tiap dollar AS naik 1%-2%, pemerintah harus waspada, dan membuka opsi transaksi lindung nilai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×