kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah Andalkan Jenis Pajak Ini pada 2023


Selasa, 14 Juni 2022 / 15:40 WIB
Pemerintah Andalkan Jenis Pajak Ini pada 2023
ILUSTRASI. Wajib pajak mencari informasi mengenai program PPS di salah satu kantor pelayanan pajak pratama di Jakarta, Senin (7/3/2022). Pemerintah Andalkan Jenis Pajak Ini pada 2023.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI menyebut bahwa panja memperkirakan penerimaan perpajakan pada tahun 2023 berpotensi mencapai Rp 1.978 triliun. Dengan proyeksi penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.978 triliun pada tahun 2023 dapat membuat tax ratio mencapai kisaran 9,76% atau sama dengan tahun 2019 silam.

“Jika tax ratio diproyeksikan sama dengan tax ratio pada tahun 2019 yang sebesar 9,77% maka pendapatan perpajakan pada tahun 2023 akan diproyeksikan pada kisaran Rp 1.978 triliun,” ujar Amir dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI, Rabu (8/6) kemarin.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan bahwa proyeksi penerimaan perpajakan pada tahun 2023 yang sebesar Rp 1.978 triliun merupakan hasil kesepakatan antara DPR RI dan pemerintah dalam pembahasan awal menuju pembahasan RAPBN 2023 nantinya.

“Sehingga, secara rinci penerimaan tiap jenis pajak masih dalam pembahasan internal pemerintah,” ujar Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Selasa (14/6).

Baca Juga: DJPb Kemenkeu Ajukan Pagu Indikatif Tahun Anggaran Rp 2023 Sebesar Rp 6,8 Triliun

Meski begitu, Neilmaldrin menjelaskan bahwa jenis pajak dengan kontribusi terbesar tahun 2023 diproyeksi sama seperti tahun-tahun sebelumnya yaitu Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) serta Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

Proyeksi tersebut diupayakan tercapai dengan beberapa faktor pendorong di antaranya meliputi perluasan basis data melalui implementasi Nomor Induk Keluarga (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta tindak lanjut program pengungkapan sukarela (PPS).

Selain itu, juga melalui basis pajak yang lebih tinggi karena pemberian insentif pajak yang selektif hanya pada sektor yang mendukung pertumbuhan dan kemudahan investasi, fokus kegiatan pengawasan yang lebih terarah melalui implementasi penyusunan Daftar Prioritas Pengawasan (DPP), serta reformasi fundamental pada DJP melalui implementasi coretax system.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan bahwa fokus penerimaan pajak di banyak negara, termasuk Indonesia, di tahun 2023 mulai bergeser dari PPh ke PPN.

Baca Juga: Biaya Perpanjang Rp 75.000, Jadwal SIM Keliling Kota Karawang Hari Ini 14 Juni 2022

“Ada dua jenis PPN, yakni PPN atas konsumsi dalam negeri dan PPN Impor,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Selasa (14/6).

Ia mengatakan, pemulihan ekonomi akan meningkatkan konsumsi dalam negeri dan rantai produksi. Dengan demikian, menurutnya kedua jenis PPN tersebut juga akan terkerek naik.

Menurutnya, penyebab pergeseran orientasi dari PPh ke PPN adalah karena PPN tidak memiliki banyak isu pelik karena praktik tax avoidance (penghindaran pajak).

Sementara itu, kasus-kasus pajak global saat ini berkutat di PPh dengan masalah utama berupa aggressive tax planning (ATP) yang identik dengan tax avoidance.

“Selain PPN, PPh badan juga masih bisa memberikan kontribusi signifikan untuk industri tertentu. Contohnya adalah PPh migas dan pertambangan minerba,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×