Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Meskipun telah berhasil menaikkan peringkat daya saing Indonesia dari peringkat 50 menjadi 38 sebagaimana laporan dari World Economic Forum (WEF) yang berjudul 'Global Competitiveness Report 2013-2014', pemerintah bertekad akan terus memperkuat daya saing nasional, terutama dalam menyongsong berlakunya Asean Economy Community (AEC) pada Desember 2015.
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan, Firmanzah mengatakan, meski dinilai WEF telah mampu membangun infrastruktur (jalan, pelabuhan, listrik, fasilitas air bersih), kesiapan teknologi dan inovasi, serta efisiensi pasar tenaga kerja, namun pekerjaan rumah Indonesia masih sangat besar. Hal ini terutama dalam menjaga dan meningkatkan iklim dunia usaha dan doing-business di Indonesia.
Ia mengingatkan, menjelang berlakunya pada Desember 2015, Indonesia akan berkompetisi dengan sejumlah negara di ASEAN.
Kompetisi terjadi di segala lini dari mulai persaingan mendapatkan investasi, kualitas dan harga jual produk ekspor, pasar tenaga kerja, kualitas infrastruktur dan regulasi yang pro-investasi.
“Saat ini posisi daya saing Indonesia masih di bawah Thailand (37), Singapura (2), dan Malaysia (24), karena itu, peran dan kontribusi dari semua pihak baik Pemerintah Pusat-Daerah, BUMN, swasta nasional, serikat pekerja, perguruan tinggi dan stakeholder lainnya sangat dibutuhkan,” kata Firmanzah di Jakarta, Senin (4/11) seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.
Firmanzah melanjutkan, tantangan memperbaiki dan meningkatkan daya saing juga tercermin dari peringkat kemudahan berbisnis (doing business) yang dilakukan oleh International Finance Corporation (IFC). Sejumlah catatan tentang kemudahan memulai berbisnis, pendaftaran properti, kemudahan memperoleh listrik, kemudahan memperoleh kredit, serta kemudahan pembayaran pajak.
Atas hal ini, kata Firmanzah, pemerintah saat ini secara serius melakukan reformasi struktural untuk penguatan daya saing nasional. “Upaya ini dilakukan dari mulai hadirnya MP3EI, reformasi birokrasi, penyederhanaan perizinan melalui pelayanan terpadu satu atap (PTSP), 4 paket kebijakan stimulus fiskal, dan dikeluarkannya 17 paket kebijakan untuk kemudahan berusaha baru-baru ini,” papar Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu.
Selain itu, lanjut Firmanzah, Indonesia saat ini secara serius melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Upaya penegakkan hukum dilakukan tanpa pandang bulu sebagai bentuk komitmen nasional untuk menciptakan ekonomi yang efisien serta bebas dari ekonomi biaya tinggi.
Namun ia mengingatkan, strategi membangun dan memperkuat daya saing nasional juga memerlukan koordinasi lintas kelembagaan. Utamanya koordinasi antar kementrian/lembaga serta pusat-daerah. Karena itu, kata Firmanzah, koordinasi antar kementerian/lembaga di tingkat pusat terus diperbaiki melalui forum-forum koordinasi untuk mengurangi tumpang tindih kebijakan.
“Tantangan terbesar saat ini adalah mengikis ego-sektoral yang berpotensi membuat implementasi kebijakan sulit dilakukan. Selain itu juga, di saat kita menjalankan sistem pemerintahan desentralistik, harmonisasi kebijakan pusat-daerah perlu terus kita tingkatkan,” papar Firmanzah.
Semangat Kolaboratif
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan itu meyakini, sejumlah tantangan dalam memajukan perekonomian Indonesia akan bisa diatasi dengan semangat kolaborasi dan sinergi seluruh stakeholder.
Ia menunjukkan, peran serta swasta yang membiayai 49 persen anggaran Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebesar Rp 4.000 triliun sebagai bukti adanya upaya kolektif penghapusan hambatan investasi untuk memajukan perekonomian nasional.
Sebagaimana diketahui, dari total Rp 4.000 triliun anggaran yang dibutuhkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur melalui MP3EI, pemerintah hanya mampu menyediakan 12% saja.
Sisanya sebanyak 49% dibiayai swasta, 18% BUMN, dan 21% sisanya dari kerjasama pemerintah-swasta atau swasta–BUMN.
“Sekali lagi semangat kolaborasi baik yang tecermin dalam upaya kolektif penghapusan hambatan investasi, pembentukan konsorsium dan badan usaha bersama perlu terus kita dukung bersama. Hanya melalui semangat kebersamaan dan saling dukung inilah target percepatan dan perluasan pembangunan infrastruktur di Indonesia dapat kita capai bersama,” pungkas Firmanzah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News