Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemprov DKI dinilai belum bisa menjelaskan kepada masyarakat penolak MRT Layang di Fatmawati, terkait kemungkinan adanya risiko kerugian ekonomi selama atau setelah pembangunan MRT layang. Padahal, hal tersebut bisa menjawab apa yang dikhawatirkan oleh para pebisnis yang memiliki usaha di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan.
"Persoalan terbesar Pemprov DKI tidak bisa menjawab terkait penataan kawasan di bawah jalur layang terkait risiko kerugian, bisnis rugi apakah ada ganti rugi. Masyarakat sudah siap jika ada lonjakan keuntingan, maka harus ada yang dikembalikan dengan pajak yang tinggi. Kalau ada pembahasan masyarakat akan menerima," jelas pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (22/5).
Masyarakat Fatmawati, kata Danang, siap membayar pajak yang tinggi apabila nantinya dengan adanya MRT layang usaha mereka akan lebih untung. Tetapi, masyarakat juga meminta kejelasan dari Pemprov apabila nantinya usaha mereka akan merugi.
Selain itu, Danang juga melihat bahwa penolakan tersebut bukan soal pembangunan layang (elevated) atau bawah tanah (subway). Menurut dia, masyarakat di kawasan Fatmawati hanya menginginkan dilibatkan dalam pembangunan.
"Permintaan masyarakat masih cukup relevan. Jadi ketika November oleh Pak Ahok, Februari oleh Pak Jokowi, mereka menjanjikan akan dibentuk tim yang melibatkan masyarakat, tapi sampai sekarang kan belum dibentuk," kata Danang.
Seperti diketahui, sejumlah warga Jakarta Selatan yang tergabung dalam Masyarakat Peduli MRT berulang kali mengadakan unjuk rasa menolak pembangunan MRT layang dari Sisingamangaraja-Lebak Bulus. Masyarakat lebih menginginkan MRT dibangun di bawah tanah karena khawatir dengan jalur MRT layang akan menyebabkan kerugian usaha, kekumuhan serta kemacetan di wilayah yang dilalui MRT layang. (Alsadad Rudi/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News