Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
Pemandangan di stasiun Kereta Rel Listrik (KRL) Universitas Indonesia, Kampus Depok, mendadak gaduh. Sumpah-serapah menyeruak di antara hiruk pikuk penumpang yang naik-turun kereta saat pagi menjelang siang.
"Kami butuh makan, jangan bongkar kios kami," ucap seorang ibu berperawakan sedikit gemuk di sebelah remaja yang membentangkan poster bertuliskan, "Dimana nuranimu, kami bukan binatang." Sementara, dua pria paruh baya mengikatkan spanduk putih bertuliskan "Tolak Penggusuran."
Itulah reaksi dari sedikitnya 60 pedagang yang menolak pembongkaran kios dan toko di Stasiun UI, Kamis (29/11). Protes pelaku usaha kecil ini sontak membetot perhatian calon penumpang dan mahasiswa. Namun, perjalanan KRL dari Bogor-Depok-Jakarta dan sebaliknya masih normal.
Penolakan pedagang ini terkait rencana PT Kereta Api Indonesia (KAI) menata ulang seluruh stasiun yang dilintasi KRL Jabodetabek. Penataan itu meliputi perpanjangan serta sterilisasi peron yang dijalankan hingga tahun depan. Nah, sterilisasi stasiun ini dilakukan untuk mencegah okupansi pedagang kaki lima hingga ke peron. Selain itu, langkah ini guna meminimalisasi masuknya penumpang yang tidak memiliki tiket. Penataan area komersil stasiun juga tidak terlepas dari upaya mengoptimalkan pemasukan KAI. Maklum, pendapatan dari tiket tak mampu menutup biaya operasional.
Menurut Ayu, seorang penyewa kios, perintah pengosongan kios begitu mendadak dan tidak ada penjelasan dari pihak KAI. "Tiba-tiba, ada surat pemberitahuan kios harus dikosongkan paling lambat 30 November 2012," ungkapnya.
Para pedagang, menurut Ayu, keberatan dengan kebijakan tersebut. Sebab, mereka tidak diberi waktu cukup mencari tempat usaha di lokasi baru. Padahal, ia sudah berjualan sejak tahun 1986 dengan membayar biaya sewa lahan ke KAI yang saat itu sebesar Rp 1 juta setahun. Tahun ini, biaya sewanya sudah mencapai Rp 3,6 juta setahun, dibayar lewat bagian pengusahaan aset KAI.
Ayu menduga, pembongkaran bangunan toko lama ini tidak cuma perluasan peron, tapi dibangun ulang untuk tempat komersil bagi usaha minimarket. Buktinya, di beberapa stasiun yang telah ditata ulang, bermunculan minimarket.
Dita, pedagang lainnya menyesalkan tindakan KAI yang tidak memikirkan kelangsungan usaha mereka. "Kami di sini cuma usaha untuk makan," keluhnya.
Dita bingung, pihak stasiun tidak menyediakan tempat relokasi bagi pedagang yang selama ini berjualan di dalam stasiun. "Kami tidak menolak penataan stasiun. Tapi kalau asal gusur, tentu kami keberatan," jelasnya.
Sugeng Saputro, Bagian Pengusahaan Aset I KAIĀ Daops I Jakarta menyebutkan, pengosongan kios di dalam Stasiun UI merupakan upaya penertiban dan penataan untuk meningkarkan pelayanan kepada pengguna KRL. "Ada perlebaran peron agar area stasiun lebih luas," katanya.
Sterilisasi dan perluasan peron ini sesuai amanat Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Nomor 83 Tahun 2011, tentang peningkatan pelayanan. "Penertiban ini baru tahap awal, wajar kalau pedagang menolak," katanya.
Apakah pedagang akan direlokasi? "Nantilah. Sekarang dibenahi dulu," kata Sugeng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News