kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.965.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.438   38,22   0,60%
  • KOMPAS100 926   8,20   0,89%
  • LQ45 723   5,45   0,76%
  • ISSI 205   2,17   1,07%
  • IDX30 376   1,61   0,43%
  • IDXHIDIV20 454   0,42   0,09%
  • IDX80 105   1,01   0,98%
  • IDXV30 111   0,45   0,40%
  • IDXQ30 123   0,28   0,22%

Pasca Kenaikan Harga BBM, Masyarakat Lebih Cenderung Belanja Barang Murah


Selasa, 08 November 2022 / 19:34 WIB
Pasca Kenaikan Harga BBM, Masyarakat Lebih Cenderung Belanja Barang Murah
Antrean pengunjung untuk membayar di kasir pada?sebuah supermarket di Tangerang Selatan, Senin (7/3/2022). Pasca Kenaikan Harga BBM, Masyarakat Lebih Cenderung Belanja Barang Murah.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Frekuensi belanja masyarakat tampak meningkat pada Oktober 2022. Data Mandiri Spending Index (MSI) menunjukkan, indeks frekuensi belanja per 30 Oktober 2022 sebesar 157,9 atau naik dari 157,5 pada bulan sebelumnya. 

Namun, meski frekuensi belanja meningkat, tetapi rupanya nilai belanja masyarakat terpantau menurun. Pada periode sama, indeks nilai berbelanja masyarakat tercatat 126,5 atau turun dari 128,3 pada akhir bulan sebelumnya. 

Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, fenomena ini disebut dengan better value spending. Atau bila menggunakan bahasa sehari-hari, kondisi ini menunjukkan masih ada aktivitas berbelanja masyarakat, tetapi masyarakat lebih memilih untuk barang dengan harga lebih ekonomis. 

“Jadi sekarang tren masyarakat frekuensi belanja naik, tetapi nilai belanjanya turun. Artinya, masyarakat tetap berbelanja, tetapi lebih ke barang atau jasa yang lebih murah,” terang Yudo kepada Kontan.co.id, Selasa (8/11). 

Baca Juga: Kenaikan Harga Barang Menurunkan Kepercayaan

Menurut pengamatan Yudo, pola ini cukup mencolok setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dari September 2022. Kenaikan harga BBM ini memang mendorong naiknya inflasi pada bulan laporan. 

Transisi pola konsumsi ini juga bisa dilihat dalam aktivitas berbelanja masyarakat di supermarket maupun restoran. 

Data MSI menunjukkan, setelah kenaikan BBM, frekuensi berbelanja masyarakat di supermarket naik 0,4 poin, tetapi nilai belanjanya turun 0,9 poin. Pun di restoran, frekuensi belanja naik 5,3 poin, tetapi nilai belanja juga turun 0,9 poin. 

“Jadi di supermarket, setelah kenaikan BBM frekuensi berbelanja mulai kembali tetapi nilai belanjanya turun dibandingkan minggu kenaikan BBM. Kunjungan ke restoran juga naik drastis, tetapi masyarakat lebih memilih menu yang relatif terjangkau atau pergi ke restoran yang lebih terjangkau,” tambahnya. 

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Jalur Akselerasi Tahun Ini

Meski ada transisi pola konsumsi tersebut, Yudo masih yakin bahwa daya beli masyarakat masih cukup resilien. 

Ia juga yakin daya beli masyarakat masih tangguh dalam menghadapi potensi perlambatan dan resesi global tahun 2023, yang juga tentu berdampak pada perekonomian Indonesia. 

Yudo membaca, konsumsi masyarakat masih akan tetap tumbuh. Namun, konsumsi masyarakat tidak akan setinggi pertumbuhan pada kuartal I-2022. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×