Reporter: Adinda Ade Mustami, Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika, Margareta Engge Kharismawati, Narita Indrastiti | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Keputusan tiba-tiba The People's Bank of China mendevaluasi 1,9% yuan langsung menohok pasar keuangan. Di pasar spot, Selasa 11/8, rupiah ambruk, ke level terendah sejak Agustus 1998 menjadi Rp 13.607 per dollar Amerika Serikat.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ikut longsor 2,66% atau 126,35 poin menjadi 4.622,6 Dalam setahun (ytd), indeks sudah melemah melemah 11,83%.
Meski begitu, kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara, devaluasi yuan tidak terlalu berpengaruh bagi pasar keuangan Indonesia. Mirza menilai kondisi pasar keuangan masih aman. Toh, rupiah tak melemah sendirian. Mata uang banyak negara juga longsor, akibat devaluasi yuan.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro setali tiga uang. "Pelemahan rupiah, murni karena devaluasi yuan," tandas Bambang, kemarin (11/8).
Keputusan China mendevaluasi yuan mestinya menjadi warning serius bagi Indonesia. Pasalnya, keputusan itu dilatari keinginan serius Pemerintah Tiongkok mendorong kinerja ekspornya yang belakangan memble.
Jika upaya ini berhasil, barang-barang China akan menjadi semakin murah dan membanjiri pasar dunia. Keputusan tersebut menjadi semakin berbahaya jika diikuti Jepang dan Korea. Rupiah bisa ambrol kian dalam. Daya saing produk-produk Indonesia akan amblas, tergilas produk China, Jepang dan Korea.
Oleh karena itu, otoritas fiskal dan moneter harus bergerak cepat untuk melakukan sejumlah antisipasi kongkrit di berbagai sektor (lihat infografis). Di sektor keuangan, semisal, tiga otoritas yang berkuasa di pasar keuangan yakni BI, Kementerian Keuangan, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memperketat permintaan dollar AS, khususnya di perbankan, sehingga fluktuasi rupiah tidak terlalu dalam.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih minta OJK memperketat pengawasan ke perbankan atas anjloknya rupiah saat in
Begitu pula di sektor riil: pemerintah harus segera merespon keinginan pasar dan pengusaha dengan mengakselerasi berbagai program kerja yang nyata. Jika sebuah proyek membutuhkan penunjukan BUMN atau swasta maupun konsorsium, pemerintah perlu segera menunjuk langsung agar segera dieksekusi.
Langkah-langkah seperti ini sangat diperlukan untuk mengantisipasi kelesuan ekonomi. Ditambah dengan kejutan devaluasi dari China ini, otoritas fiskal, moneter dan pasar keuangan tidak lagi memiliki kemewahan untuk bersikap defensif dan seolah dalam kondisi normal.
Pemerintah dan BI juga perlu mewaspadai dampak lebih besar dari aksi devaluasi China. Sebab, kemarin bukanlah langkah terakhir bagi China untuk mendevaluasi mata uangnya. "Ada kemungkinan China memperbesar tingkat devaluasi yuan," kata ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual
Devaluasi yuan, kata David, sebenarnya bisa diantisipasi. Jika jeli, langkah China ini sudah tercium sejak beberapa bulan lalu, saat ekspor mereka turun cukup dalam.
Di sektor perdagangan, pemerintah harus memperketat barang impor dari China. Sebab, devaluasi ini diikuti serbuan barang murah China ke penjuru dunia, termasuk pasar Indonesia.
Tampaknya, tak ada waktu bagi pemerintah untuk berleha-leha. Mendorong ekonomi lewat berbagai program nyata harus segera diwujudkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News